Sidang Putusan PTUN, Pembatalan Sertifikat Sama Dengan Pembatalan Hak Atas Tanah

Suasana sidang gugatan terhadap SHM no 5 th 1967 an. J.Tasman di PTUN Surabaya

Agenda sidang  gugatan terhadap SHM no 5 tahun 1967 atas nama J. Tasman pada Rabu 6 juni mendatang adalah sidang putusan. Menyambut keputusan besar tersebut saksi ahli dari penggugat yakni Masyhud Ashari SH.MKn, Dosen Fakultas Hukum UII Jogja sekaligus Ahli Hukum Agraria memberikan pernyataan. Secara tegas pihaknya mengatkan bahwa pembatalan sertifikat tanah oleh PTUN adalah sekaligus membatalkan hak atas tanah.

Rasionalisasinya, bahwa dikeluarkannya sertifikat hak atas tanah dari kantor pertanahan melalui proses yang panjang. Yakni pendaftaran dengan menunjukan alas hak yang menunjukkan tanah tersebut adalah milik pemohon. Kemudian kantor pertanahan melakukan cek fisik, pengumuman dan lainnya sampai dikeluarkannya sertifikat. ”jadi dasar dikeluarkannya sertifikat adalah bukti awal kepemilikan, Jika kemudian ada cacat hukum dan PTUN membatalkan sertifikat hak atas tanah tersebut juga otomatis batal hak kepemilikannya terhadap obyek” jelasnya gamblang.

Masyhud melanjutkan, bahkan jika dikemudian hari ada overlapping terhadap hak atas tanah salah satu harus dibatalkan. Hal ini bisa terjadi apabila pemohon sertifikat sah menunjukkan lokasi tanah. Dan ternyata tanah yang ditunjuk sudah alas haknya akibatnya akan ada sertifikat di atas tanah yang sudah ada alas haknya. Dalam kasus seperti ini pembatalan sertifikat oleh PTUN sekaligus pembatalan haknya karena adanya cacat administrasi atau salah obyek.

(Budi/Anj/Riyanto/Diskominfo)

Hakim PTUN PS Pasar Tulakan

Terjadi banyak spekulasi mengingat semua sertipikat adalah produk Badan Pertanahan Nasional BPN, dan kini telah menjadi tiga sertipikat, ketiga sertipikat terbit sentelah sertipikat milik J. Tasman. Ketiga Sertipikat menjelaskan hal yang sama yakni sertipikat J. Tasman menyatakan berbatasan dengan pasar kelapa, sedangkan fotocopy sertipikat hak milik Nomor 26 Tahun 1981 atas nama Sukatman menyatakan berbatasan dengan tanah milik Pemerintah Daerah Tingkat 2 Pacitan.

(Anj/Budi/Riyanto/Diskominfo)

Kuatkan Pedagang dan Pemda di PTUN, Saksi Ahli Tuturkan Jejak Agraria di Pacitan

Saksi Ahli Masyhud Ashari diambil sumpahnya dihadapan Hakim Ketua Liza Valianti

Sidang ke 20 lanjutan Sengketa Kepemilikan Pasar Tulakan di PTUN pada 09/05 kemarin kembali digelar dengan agenda Saksi Ahli. Pemerintah Daerah Kabupaten Pacitan sebagai penggugat intervensi mendatangkan Masyhud Ashari, SH.MKn Dosen sekaligus Ahli Hukum Agraria dan Administrasi Negara, Fakultas Hukum UII yogyakarta. Dalam sidang tersebut saksi ahli memaparkan sejarah agraria sebelum kemerdekaan atau jaman Hindia Belanda hingga paska kemerdekaan.

Tim Kuasa Hukum Pemda yang diwakili oleh Novia Wardhani mengatakan, menurut penuturan saksi ahli seluruh tanah milik Warga Negara Asing ataupun pribumi sudah didokumentasikan dengan baik sejak jaman Hindia Belanda (penjajahan). Sertifikat tanah itu jaman dulu namanya Meet Brief. “Pernyataan saksi ahli tersebut sinkron dengan bukti yang kita ajukan. Meet Brief tanah obyek sengketa awalnya atas nama Han Tiaw Bing kemudian dibeli oleh Caesar Baroon wakil dari NV Garam atau Djawatan Pergaraman,” tuturnya.

Ia melanjutkan penuturan menurut saksi ahli, bahwa setelah kemerdekaan ada penyerahan dokumen dari Belanda ke Pemerintahan Indonesia paska kemerdekaan RI yakni pada saat Konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949, tidak terkecuali dokumen agraria. Pemutakhiran dokumen dengan menasionalisasikan semua aset milik WNA, baik yang bersifat pribadi ataupun jawatan. Tanah milik Jawatan Pergaraman tentu juga mengalami hal serupa, dinasionalisasikan. Berpegang pada UUD 1945 Pasal 33, UU No. 1 tahun 1958, kemudian Pemerintah Daerah Kabupaten Pacitan menggunakan tanah tersebut untuk membangun fasilitas umum berupa pasar.

Pihaknya juga menjelaskan bahwasanya Tanah Negara sebenarnya bisa disertifikatkan, tetapi ada prosedurnya. Pengajuan permohonan tersebut disampaikan ke Menteri Agraria kemudian Kanwil dan melalui kantor BPN. Sementara itu sertifikat J. Tasman prosesnya melalui leter C, tanah hak disebelahnya atas nama Radjiogoro. Jadi jika dilihat dari proses pengurusan Tanah Negara salah secara prosedur. Kalo dilihat dari proses penerbitan sertipikat yg berasal dari tanah hak, juga batal,karena di atas tanah hak tersebut, sudah terbit sertipikat baru atas nama orang lain.

Upaya hukum melalui PTUN dengan obyek Pembatalan Sertifikat dengan tergugat Kantor BPN dan tergugat Intervensi Bambang Trisno Widarto ini akan dilanjutkan Pemeriksaan Setempat atau PS oleh Majelis Hakim. Yakni Majelis Hakim akan datang langsung ke lokasi untuk melihat lokasi sengketa. “Kemarin Hakim merespon baik dengan apa yang dipaparkan saksi ahli, harapan kami adalah kepastian hukum tentang tanah tersebut. “Detailnya sertifikat dibatalkan karena itulah yang menjadi akar permasalahannya,” tandas Novia.

Dituturkan, bahwa Paguyuban Pedagang Pasar Tulakan sudah dibuat gemas, buktinya pada 30/04 lalu mereka mendatangi DPRD setempat. Dengan tuntutan, DPRD mengambil langkah tegas agar masalah ini segera ditangani cepat. Audensi tersebut diterima Prabowo Ketua Komisi III DPRD mengatakan akan merekomendasikan Bupati agar serius dan segera menuntaskan perkara ini. Selain itu Novia juga berpesan bahwa jika ada hal-hal mengenai pasar Tulakan namun diluar konteks pokok perkara permasalahan tersebut tidak perlu dibahas, misalnya retribusi dan lainnya, karena itu berbeda ranah nya.

(Budi/Anj/Riyanto/Diskominfo)