Berita terbaru

Workshop Literasi BA. Aisyiyah Baleharjo di Dinas Perpustakaan Pacitan

Sabtu, 18 Januari 2020, bertempat di ruang layanan Dinas Perpustakaan Kabupaten Pacitan (mulai pukul 08.00 pagi sampai pukul 11.30 siang), telah diadakan Worshop Literasi BA. Aisyiyah Baleharjo. Sebanyak 34 wali murid BA. Aisyiyah Baleharjo menghadiri undangan, dengan narasumber yang sudah tidak asing lagi di dunia pendidikan Kabupaten Pacitan, seorang pejuang literasi yang terus bergerak demi meningkatkan literasi masyarakat Kabupaten Pacitan utamanya untuk para orang tua dari anak usia dini. Narasumber dalam acara tersebut adalah Dr. Sri Pamungkas, M. Hum atau yang akrab disapa dengan panggilan “Bu Mamung”

Worshop Literasi kali ini mengambil tema “Strategi Menyiapkan Generasi di Era 4.0”. Sudah kita ketahui bahwa arus globalisasi yang masuk di Indonesia sudah tidak terbendung lagi. Dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih itu menuntun kita masuk ke dalam dunia masa kini yaitu dunia era revolusi industri 4.0, dimana di dalam era sekarang ini lebih menekankan pada pola digital economy, artificial intelligence, big data, robotic, atau fenomena disruptive innovation. Maka untuk mengantisipasi dari hal ketertinggalan, orang tua mempunyai kewajiban penuh di awal perkembangan anak sejak usia dini dalam menyiapkan mereka menjadi generasi yang siap menghadapi era 4.0. Bu Mamung di dalam kesempatan tersebut memberikan beberapa strategi bagaimana sebaiknya orang tua menyusun langkah-langkah strategis, utamanya dengan strategi membangun literasi anak sejak usia dini.

Acara tersebut disisipi dengan sesi pembacaan puisi oleh “Adek Echa” yang kebetulan puteri dari Ibu Mamung Narasumber utama workshop kali ini. Puisi indah yang menggambarkan dan mewakili perasaan semua anak kecil yang menginginkan dimengerti dan dibimbing dengan bijaksana oleh kedua orang tua. Alhasil puisi yang dibawakan dengan sangat apik dan syahdu oleh Echa tersebut mampu “menghipnotis” orang tua dan guru yang hadir sehingga terbawa ke dalam imajinasi puisi tersebut.  

(Penulis: Ryn Surya/ Doc: Deni Andriana/Bidang Layanan Dinas Perpustakaan Kabupaten Pacitan)

Ketua PA Pacitan “Pikir 1000 Kali Sebelum Bercerai”

Dari tahun ketahun angka perceraian terus mengalami peningkatan yang signifikan, kondisi tersebut memang tidak hanya terjadi di Kabupaten Pacitan, rata di setiap kota di Indonesia. Hingga akhir 2019 Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Pacitan memutuskan perkara sebesar 1458 dan kecenderungan terus meningkat.

Sumarwan, Ketua PA Pacitan spesial kepada Diskominfo Pacitan mengatakan umumnya perceraian di tahun 2019 terjadi pada masyarakat yang memasuki usia produktif, yakni antara 20 tahun sampai dengan 40 tahun. Terbanyak pertama dari wilayah Pacitan timur, disusul Pacitan tengah dan Pacitan utara.

“Umumnya masyarakat yang mengajukan cerai dari segi pendidikan lebih banyak didominasi tingkat pendidikan menengah atas (SMA), ada juga sebagian yang Sarjana, dan lebih banyak lagi menegah kebawah (SMP). Kemudian penyebabnya didominasi oleh masalah ekonomi rumah tangga yang tidak tercukupi,” kata Sumarwan hari ini, (21/01/2020).

Meskipun perceraian memang diperbolehkan dari segi agama namun pihaknya mengatakan hal tersebut adalah keputusan yang dibenci Allah, ia mengibaratkan bahwa cerai merupakan pintu darurat dalam sebuah rumah. Bisa dipilih, tapi tatkala tidak ada pilihan lain dan bersifat penyelamatan. “Dalam rumah tangga yang sudah sangat darurat yang sudah tidak mungkin lagi dipertahankan dan sendi rumah tangga sudah rapuh dan hancur maka perceraian adalah jalan keluar dari masalah,” lanjut Dia.

Sumarwan mengklasifikasikan masalah perceraian menjadi tiga motivasi, pertama pasangan yang benar-benar ingin menyelesaikan masalah rumah tangga mereka yang dinilai sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Misalnya KDRT, penelantaran, perselisihan yang sudah tidak mungkin disatukan.

Klasifikasi kedua adalah ketika pasangan yang mengalami keretakan, dalam perjalanannya pasangan tersebut masih bersatu. Namun jika datang orang ketiga maka umumnya salah satu pihak akan berusaha untuk mengurus administrasi perceraian. “Dalam rangka untuk menikah lagi,” lanjut Sumarwan.

Terakhir perceraian yang terjadi karena seseorang ingin keluar dari Status Quo, satu pasangan suami istri tapi pada pergaulannya seperti tidak berpasangan. Umumnya mereka memilih untuk mengakhiri status tersebut, istilah lokalnya untuk membersihkan diri dan umumnya mereka akan fokus dengan masa depannya dan anak-anaknya.

“Berpikirlah 1000 kali untuk bercerai, dan jangan terlalu mudah untuk mengungkapkan kata yang berbau perceraian meskipun dalam situasi permasalahan dan perselisihan sehebat apa pun,” tegas Sumarwan.

Ia pun membagikan lima prinsip yang dapat dilakukan supaya keluarga yang dibina bersama dapat bahagia meski masalah dalam keluarga akan tetap ada. Diawali dengan membiasakan musyawarah saat akan melakukan atau memutuskan sesuatu yang berhubungan dengan keluarga.

Kemudian membudayakan tolong menolong antar pasangan dan anak, hal ini penting untuk meningkatkan rasa saling membantu kesulitan masing-masing. Mengingat tidak ada pekerjaan yang spesifik yang dapat dikerjakan satu orang dalam rumah tangga. Pekerjaan akan lebih baik apabila dikerjakan semua anggota keluarga. “Kecuali hamil dan melahirkan,” katanya.

Tenggang Rasa juga menjadi kiat ketiga dalam menjaga hubungan rumah tangga. Ini penting, Sumarwan mencontohkan bahwa saat seseorang akan melakukan sesuatu supaya memikirkan dampak yang akan terjadi pada pasangan. Jika merasa tidak nyaman maka disarankan untuk tidak dilakukan.

Menciptakan rasa seperti satu badan atau memiliki, artinya ketika pasangan merasa bahagia ataupun sebaliknya pasangan harus merasa sama, begitu juga saat pasangan sedang sakit. Hal tersebut juga menjadi rahasia untuk menjalin keluarga agar selalu hangat.

Kiat terakhir yang harus dilakukan adalah menjaga empat prinsip tersebut dengan kontinu (istiqomah). Dimulai dari pasangan yang sedang menjadi pengantin baru hingga ajal menjemput. Sumarwan mengatakan meskipun cobaan selalu datang silih berganti, “Apabila kita memegang prinsip tadi maka keluarga dapat berdiri kokoh seperti batu karang yang tidak bisa digulingkan oleh ombak samudra sebesar apapun,” pungkas Dia. (budi/anjar/riyanto/wira/DiskominfoPacitan).

Bertukar Ilmu; Soimah Bertamu Ke SACPA

Kehadiran Soimah selebritis papan atas Nasional di studio alam Sampang Agung Center for Performing Art (SACPA) Pelem, Pringkuku, Pacitan, pekan kemarin (16/01/2020) semakin menambah semangat siswa-siswi sanggar tersebut untuk lebih mendalami seni.

Soimah bersama timnya tersebut disambut langsung oleh Sukarman seniman legendaris asli Pacitan dan dilanjutkan mengelilingi studio SACPA. Disela kunjungannya perempuan asli Pati, Jawa Tengah itu tanpa ragu memenuhi permintaan selfie keluarga besar SACPA ataupun masyarakat yang datang.

Bermodal tingginya rasa penasarannya terhadap SACPA yang kompak berkesenian bersama masyarakat di Desa Pelem dan banyaknya prestasi yang telah diperoleh membuat Soimah benar-benar datang berkumpul dan menjadi satu.

“Saya salut warga disini antusias berkesenian,” Katanya yang ternyata menganggap Agung Gunawan (Direktur SACPA) seperti kakaknya sendiri, karena kedekatan Agung dengan tantenya Soimah (Tini) sewaktu sekolah di Yogyakarta.

Perempuan yang mempunyai nama panjang Soimah Pancawati itu juga mengajak murid-murid SACPA untuk tekun dan serius dalam berkesenian. Fokus pada karya yang dilandasi rasa cinta  dan kesabaran.

“Cintai seni! Seperti saya sampai saat ini kebetulan seni adalah mata pencaharian utama. Padahal dulu saya tidak pernah punya cita-cita jadi selebritis, blas tidak ingin. Tapi setelah kemudian jadi selebritis ya Alhamdulillah. Saya hanya senang berkesenian. Tambah Dia.

Pada kesempatan tersebut Soimah juga berkesempatan menari Eklek bersama seluruh keluarga besar SACPA, lantaran tarian tersebut membutuhkan tenaga ekstra, maka Mak’e panggilan Soimah tampak terengah-engah. Namun diakuinya bahwa dapat menari Eklek bersama merupakan suatu kehormatan dan kebanggaan.

 Sementara Dr.Deasylina Da Ary Co-Director SACPA mengatakan, kedatangan Mak’e merupakan isyarat positif penghapus gap antara dunia seni entertainment dengan seni tradisi dengan balutan silaturahmi yang hanggat dan kaya wawasan.

 “Ini merupakan sarana memotivasi anak-anak dan generasi muda, bahwa kerja keras tidak akan menghianati hasil. Selain itu juga menyiratkan kerendahhatian seorang seniman popular yang sangat terkenal di Indonesia, yang mempunyai banyak fans,” pungkas Deasylina. (DiskominfoPacitan).

Berharap Terhindar Bencana, Pemkab, TNI/Polri, dan Warga Gelar Istigasah

KHUSYUK: Seluruh hadirin tampak khidmat mengikuti istigasah (Foto: Sanji Erna Lina/Suara Pacitan/Diskominfo)

Pacitan – Lafaz kalimah tayibah terdengar di antara ratusan jemaah di Pendopo Kabupaten Pacitan, Jumat (17/1). Semua tampak khusyuk bermunajat. Mereka bersatu dalam doa seraya memohon Allah SWT melimpahkan keberkahan.

Istigasah kubro diikuti umat Islam dari beragam elemen masyarakat Kota 1001 Gua. Tak terkecuali ASN lingkup pemkab, TNI/Polri, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan unsur lainnya. Pembacaan doa dipimpin ulama KH Abdullah Sadjad.

“Satukan hati dan pikiran. Mari berserah diri kepada Allah untuk bermunajat kepada-Nya,” ucap pimpinan Ponpes Nahdhatus Suban itu sebelum membaca doa.

Sekretaris Daerah Pacitan, Heru Wiwoho mengatakan kegiatan tersebut merupakan sinergitas pemkab, TNI, dan Polri. Selain menjadi ajang mempererat silaturahmi, istigasah juga menjadi sarana permohonan kepada Sang Khalik.

Terlebih, lanjut mantan Kepala Bappeda itu, belakangan ini sejumlah daerah di Tanah Air dilanda bencana. Hal ini bersamaan datangnya musim hujan. Di sisi lain, Bumi 1001 Gua juga pernah mengalami musibah banjir dan longsor cukup serius tahun 2017 lalu.

“Secara fisik kita harus siap dengan membangun kesiapsiagaan. Dan secara moral kita perbanyak doa agar dijauhkan dari marabahaya,” kata Heru kepada wartawan.

Pada kesempatan yang sama, Komandan Kodim 0801 Pacitan Letkol Inf Nuri Wahyudi menyatakan mendukung aktivitas keagamaan tersebut. Apalagi, lanjut perwira TNI kelahiran Lampung itu, pelaksanaannya bersamaan Hari Jumat.

“Hari (Jumat) ini merupakan hari besarnya umat Islam. Jadi tepat sekali kita rekatkan silaturahmi sekaligus berdoa bersama,” katanya.

Hal senada diungkapkan Kapolres Pacitan AKBP Didik Hariyanto. Sesuai prosedur yang ada, jajaran Polri berkewajiban terlibat aktif dalam kegiatan penanggulangan bencana. Istigasah sendiri merupakan bagian dari upaya tersebut.

“Kemarin gelar pasukan sudah, simulasi sudah, dan ini tindaklanjut dari itu semua. Kita bermunajat kepada Allah mudah-mudahan Pacitan dan Indonesia aman dari bencana,” tutur kapolres. (SG/PS/PS/Suara Pacitan/Diskominfo)

Percepat Pembangunan Desa, Mendes PDTT Prioritaskan Akses Telekomunikasi

SEMANGAT: Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) A Halim Iskandar memberikan sambutan di depan ratusan kepala desa di Pacitan. (Foto: PS/Radio Suara Pacitan/Diskominfo)

Pacitan – Perubahan zaman menuntut kecepatan. Hal ini meliputi aktivitas pelaporan maupun diseminasi informasi. Oleh karena itu ketersediaan sinyal data sangat penting bagi percepatan pembangunan.

Demikian ditegaskan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), A Halim Iskandar saat berada di Pacitan, Kamis (16/1). Halim menilai pentingnya percepatan pembangunan sarana telekomunikasi hingga pelosok desa.

“Di sini masih ada berapa desa yang belum terjangkau sinyal?” tanya dia kepada ratusan kades di Balai Desa Sirnoboyo, Jl Ki Ageng Petung. Pertanyaan itu dijawab dengan acungan tangan oleh delapan kepala desa.

Halim lantas berjanji menyelesaikan masalah tersebut. Tentu saja dengan melibatkan kementerian lain maupun provider jasa telekomunikasi. Menteri berharap persoalan tersebut tuntas pertengahan tahun ini.

“Kita ada kerjasama dengan Menkominfo dan Telkom,” terangnya.

Pemerintah, lanjut Halim, berkomitmen melakukan percepatan pembangunan desa. Satu di antaranya dengan terus menambah besaran Dana Desa (DD).

Sementara itu, Wakil Bupati Yudi Sumbogo melaporkan kondisi umum Kabupaten Pacitan. Menurutnya, dari 116 desa dan 5 kelurahan yang ada, masih ada 6 di antaranya termasuk tertinggal. Dia berharap pemerintah pusat membantu desa-desa tersebut.

“Pembinaan serta penguatan penganggaran dari pusat masih sangat diharapkan sekali,” ucap Wabup.

Permintaan wabub ditanggapi positif Menteri Desa PDTT. Pemerintah, lanjut Halim, akan membantu fasilitasi dan advokasi. Sehingga keenam desa dimaksud segera dapat melepas status tertinggal.

“2020 harus selesai,” tandasnya. (PS/PS/Radio Suara Pacitan/Diskominfo)