Pernikahan anak dan pernikahan dini memiliki ragam dampak
negatif bagi pelaku dan orang disekitarnya, masalah ini sebenarnya dihadapi
oleh kebanyakan Negara di dunia, bahkan Negara-negara di eropa yang telah
diakui lebih tinggi peradabannya.
Melihat itu pemerintah Kabupaten Pacitan bersama semua
lembaga berusaha keras menyikapinya, Kali ini memaksimalkan peran media baik
Televisi, cetak hingga penggiat sosial media dalam Training Penggunaan Data
Bagi Media Dan Organisasi Masyarakat Sipil Melalui Open Government. Yang
digagas Bappeda Pacitan, Diskominfo Pacitan dan Kinerja Provinsi Jawa Timur.
Dimulai dengan pengenalan Dashboard penghapusan pernikahan
anak di Pacitan, dalam laman tersebut termuat seluruh fakta tentang berbagai
hal pernikahan anak dan pernikahan dini yang terjadi di Kabupaten Pacitan yang
dapat digunakan sebagai senjata untuk kampanye memerangi masalah bersama
tersebut.
“Sejak 2018 kita bersama-sama mengumpulkan berbagai data
dalam rangka penghapusan pernikahan anak, yang sekarang kita share di laman
dashboard.pacitankab.go.id” kata Dina Limanto Coordinator Kinerja Provinsi Jawa
Timur kemarin di Gedung KPRI (23/01/2020).
Lahirnya dashboard tersebut menjadi penanda bahwa pemerintah
bersama dengan seluruh elemen memusatkan konsentrasi mengakhiri masalah
pernikahan anak dan dini. Dimana media menjadi corong utama membeberkan
berbagai fakta dari data riil yang ada. “Menulislah dengan data dan fakta agar
ada ujung pangkalnya,” kata supriyono, Kabid TI Diskominfo Pacitan Saat membuka
acara. (budi/riyanto/wira/DiskominfoPacitan).
Peringatan Hari Jadi Kabupaten Pacitan Ke-275 Tahun
dipastikan akan berlangsung meriah dibanding tahun-tahun kemarin. Hal tersebut
disampaikan Daryono, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindik) Kabupaten
Pacitan, sebelum mengikuti Rapat Pleno Agenda Hari Jadi Di Ruang Rapat Bupati.
Hari ini, (22/01/2020).
Secara umum konsep hari jadi sama dengan tahun sebelumnya,
hanya saja di acara inti pada tanggal 19 Februari Kirab Tirto Wening dan Rucuh
Pace akan dimulai dari Perempatan Penceng hingga Pendopo Kabupaten, melibatkan
siswa-siswi SMA dan SMK.
“Untuk kegiatan belum bisa saya Share. Kita masih menunggu
beliau (Bupati), nanti kalau sudah Clear akan diumumkan secara massif kepada
masyarakat. Termasuk tema masih digodok,” ujar Daryono.
Namun yang baku lanjut Daryono adalah pagelaran wayang kulit
semalam penuh diseluruh wilayah Kabupaten Pacitan. salah satu simbol Hari Jadi
Kabupaten Pacitan adalah milik seluruh warga masyarakat Kabupaten Pacitan.
Di Kesempatan yang sama T. Andi Faliandra, Kepala Dinas
Pariwisata Pemuda Dan Olahraga (Disparpora) Kabupaten Pacitan mengatakan bahwa
dominasi seni dan budaya pada peringatan hari jadi memiliki daya Tarik tersendiri
bagi calon wisatawan.
Kemasan seluruh rangkaian hari jadi harus sebaik mungkin,
karena selanjutnya akan diviralkan kepada khalayak dengan berbagai media baik
media resmi pemerintahan maupun yang lain, baik di Pacitan maupun diluar kota
Pacitan.
“Termasuk Pendopo, mengingat Pendopo bukan untuk para
pejabat saja. Bagaimana kemasan nanti menghadirkan selain masyarakat juga
wisatawan. Dikemas dengan keunikan dan keindahan seni budaya kita,” pungkas
Andi. (budi/riyanto/wira/DiskominfoPacitan).
Selasa, 21 Januari 2020, sejumlah 128 pengunjung
dari Paud Aisyiyah Bustanul Athfal Baleharjo yang terdiri dari 122 siswa-siswi
dan 6 guru datang berkunjung Dinas Perpustakaan Kabupaten Pacitan pagi ini.
Kunjungan ini merupakan kunjungan perdana setingkat Paud di awal tahun 2020
yang berkunjung di ruang layanan.
Kedatangan
rombongan dibagi menjadi 2 kloter, kloter pertama diawali oleh KB (Kelompok
Bersama) yang terdiri dari 28 anak dan 3 guru. Kloter berikutnya adalah TK A
dan TK B yang terdiri dari 92 anak dan 3 guru. Guru dan petugas Bidang Layanan
dan Koleksi membimbing mereka untuk memanfaatkan fasilitas di ruang layanan
anak yang sudah tersedia. Kelompok Bermain (KB) dan TK A+TK B secara bergantian
memanfaatkan ruang layanan anak. Setyo Budi, S. Sos selaku Kepala Seksi Layanan
& Otomasi yang baru dilantik 7 Januari 2020 kemarin, ini merupakan
pengalaman pertama beliau dalam melayani pengunjung Paud di Dinas Perpustakaan
Kabupaten Pacitan. Beliau dengan senang hati dan telaten ikut membimbing
anak-anak bermain di ruang layanan. Nampak beliau sangat antusias melihat
tingkah polah anak-anak kecil, dan sesekali bercengkerama dengan guru ABA
Baleharjo tersebut. Sedangkan bagi Kepala Bidang Layanan dan Koleksi Joko
Wahyudi, S.Sos., M. Pd, ini bukanlah kali pertama pengalaman beliau dalam melayani
pengunjung. Tapi hal tersebut juga tidak menyurutkan beliau untuk melayani
pengunjung dengan baik pagi ini.
Paud Aisyiyah
Bustanul Athfal Baleharjo termasuk Paud yang sangat sering berkunjung ke Dinas
Perpustakaan Kabupaten Pacitan. Hal ini tidak terlepas dari hasil perjanjian
kerjasama (MOU) di antara kedua belah pihak yang berkomitmen untuk saling
bekerjasama demi meningkatkan Literasi anak usia dini, salah satunya dengan
cara memberikan fasilitas layanan anak kepada pihak Paud di ruang layanan dan
koleksi Perpusda.
Pihak Dinas
Perpustakaan Kabupaten Pacitan berharap semoga ke depannya tidak hanya Paud ABA
Baleharjo yang aktif mengajak anak didiknya untuk berkunjung. Untuk itu, Bidang
Layanan dan Koleksi mulai lebih menggiatkan kembali promosi Layanan
Perpustakaan Umum ke lembaga sekolah di Pacitan, melalui kerjasama dengan Dinas
Pendidikan dan KEMENAG Pacitan. Tujuannya, selain untuk mengenalkan Perpusda ke
seluruh lapisan masyarakat Kabupaten Pacitan, harapannya adalah untuk
mendongkrak jumlah pengunjung perpustakaan umum agar mampu mencapai target
tahunan.
(Penulis: Ryn Surya/Doc: Ryn Surya/Bidang Layanan dan Koleksi
Dinas Perpustakaan Kabupaten Pacitan)
Sabtu, 18 Januari 2020, bertempat di ruang layanan Dinas
Perpustakaan Kabupaten Pacitan (mulai pukul 08.00 pagi sampai pukul 11.30
siang), telah diadakan Worshop Literasi BA. Aisyiyah Baleharjo. Sebanyak 34
wali murid BA. Aisyiyah Baleharjo menghadiri undangan, dengan narasumber yang
sudah tidak asing lagi di dunia pendidikan Kabupaten Pacitan, seorang pejuang
literasi yang terus bergerak demi meningkatkan literasi masyarakat Kabupaten
Pacitan utamanya untuk para orang tua dari anak usia dini. Narasumber dalam
acara tersebut adalah Dr. Sri Pamungkas, M. Hum atau yang akrab disapa dengan
panggilan “BuMamung”.
Worshop
Literasi kali ini mengambil tema “Strategi
Menyiapkan Generasi di Era 4.0”.Sudah kita ketahui bahwa arus
globalisasi yang masuk di Indonesia sudah tidak terbendung lagi. Dengan
perkembangan teknologi yang semakin canggih itu menuntun kita masuk ke dalam
dunia masa kini yaitu dunia era revolusi industri 4.0, dimana di dalam era
sekarang ini lebih menekankan pada poladigital economy, artificial
intelligence, big data, robotic, atau fenomena disruptive innovation. Maka untuk
mengantisipasi dari hal ketertinggalan, orang tua mempunyai kewajiban penuh di
awal perkembangan anak sejak usia dini dalam menyiapkan mereka menjadi generasi
yang siap menghadapi era 4.0. Bu Mamung di dalam kesempatan tersebut memberikan
beberapa strategi bagaimana sebaiknya orang tua menyusun langkah-langkah
strategis, utamanya dengan strategi membangun literasi anak sejak usia dini.
Acara
tersebut disisipi dengan sesi pembacaan puisi oleh “Adek Echa” yang
kebetulan puteri dari Ibu Mamung Narasumber utama workshop kali ini. Puisi
indah yang menggambarkan dan mewakili perasaan semua anak kecil yang
menginginkan dimengerti dan dibimbing dengan bijaksana oleh kedua orang tua.
Alhasil puisi yang dibawakan dengan sangat apik dan syahdu oleh Echa tersebut
mampu “menghipnotis” orang
tua dan guru yang hadir sehingga terbawa ke dalam imajinasi puisi tersebut.
(Penulis: Ryn Surya/ Doc: Deni Andriana/Bidang Layanan Dinas
Perpustakaan Kabupaten Pacitan)
Dari tahun ketahun angka perceraian terus mengalami
peningkatan yang signifikan, kondisi tersebut memang tidak hanya terjadi di
Kabupaten Pacitan, rata di setiap kota di Indonesia. Hingga akhir 2019
Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Pacitan memutuskan perkara sebesar 1458 dan
kecenderungan terus meningkat.
Sumarwan, Ketua PA Pacitan spesial kepada Diskominfo Pacitan
mengatakan umumnya perceraian di tahun 2019 terjadi pada masyarakat yang
memasuki usia produktif, yakni antara 20 tahun sampai dengan 40 tahun. Terbanyak
pertama dari wilayah Pacitan timur, disusul Pacitan tengah dan Pacitan utara.
“Umumnya masyarakat yang mengajukan cerai dari segi
pendidikan lebih banyak didominasi tingkat pendidikan menengah atas (SMA), ada
juga sebagian yang Sarjana, dan lebih banyak lagi menegah kebawah (SMP).
Kemudian penyebabnya didominasi oleh masalah ekonomi rumah tangga yang tidak
tercukupi,” kata Sumarwan hari ini, (21/01/2020).
Meskipun perceraian memang diperbolehkan dari segi agama
namun pihaknya mengatakan hal tersebut adalah keputusan yang dibenci Allah, ia
mengibaratkan bahwa cerai merupakan pintu darurat dalam sebuah rumah. Bisa
dipilih, tapi tatkala tidak ada pilihan lain dan bersifat penyelamatan. “Dalam
rumah tangga yang sudah sangat darurat yang sudah tidak mungkin lagi
dipertahankan dan sendi rumah tangga sudah rapuh dan hancur maka perceraian
adalah jalan keluar dari masalah,” lanjut Dia.
Sumarwan mengklasifikasikan masalah perceraian menjadi tiga
motivasi, pertama pasangan yang benar-benar ingin menyelesaikan masalah rumah
tangga mereka yang dinilai sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Misalnya KDRT,
penelantaran, perselisihan yang sudah tidak mungkin disatukan.
Klasifikasi kedua adalah ketika pasangan yang mengalami
keretakan, dalam perjalanannya pasangan tersebut masih bersatu. Namun jika
datang orang ketiga maka umumnya salah satu pihak akan berusaha untuk mengurus
administrasi perceraian. “Dalam rangka untuk menikah lagi,” lanjut Sumarwan.
Terakhir perceraian yang terjadi karena seseorang ingin
keluar dari Status Quo, satu pasangan suami istri tapi pada pergaulannya
seperti tidak berpasangan. Umumnya mereka memilih untuk mengakhiri status
tersebut, istilah lokalnya untuk membersihkan diri dan umumnya mereka akan
fokus dengan masa depannya dan anak-anaknya.
“Berpikirlah 1000 kali untuk bercerai, dan jangan terlalu
mudah untuk mengungkapkan kata yang berbau perceraian meskipun dalam situasi
permasalahan dan perselisihan sehebat apa pun,” tegas Sumarwan.
Ia pun membagikan lima prinsip yang dapat dilakukan supaya
keluarga yang dibina bersama dapat bahagia meski masalah dalam keluarga akan
tetap ada. Diawali dengan membiasakan musyawarah saat akan melakukan atau
memutuskan sesuatu yang berhubungan dengan keluarga.
Kemudian membudayakan tolong menolong antar pasangan dan
anak, hal ini penting untuk meningkatkan rasa saling membantu kesulitan
masing-masing. Mengingat tidak ada pekerjaan yang spesifik yang dapat
dikerjakan satu orang dalam rumah tangga. Pekerjaan akan lebih baik apabila
dikerjakan semua anggota keluarga. “Kecuali hamil dan melahirkan,” katanya.
Tenggang Rasa juga menjadi kiat ketiga dalam menjaga
hubungan rumah tangga. Ini penting, Sumarwan mencontohkan bahwa saat seseorang
akan melakukan sesuatu supaya memikirkan dampak yang akan terjadi pada
pasangan. Jika merasa tidak nyaman maka disarankan untuk tidak dilakukan.
Menciptakan rasa seperti satu badan atau memiliki, artinya
ketika pasangan merasa bahagia ataupun sebaliknya pasangan harus merasa sama,
begitu juga saat pasangan sedang sakit. Hal tersebut juga menjadi rahasia untuk
menjalin keluarga agar selalu hangat.
Kiat terakhir yang harus dilakukan adalah menjaga empat
prinsip tersebut dengan kontinu (istiqomah). Dimulai dari pasangan yang sedang
menjadi pengantin baru hingga ajal menjemput. Sumarwan mengatakan meskipun
cobaan selalu datang silih berganti, “Apabila kita memegang prinsip tadi maka
keluarga dapat berdiri kokoh seperti batu karang yang tidak bisa digulingkan
oleh ombak samudra sebesar apapun,” pungkas Dia.
(budi/anjar/riyanto/wira/DiskominfoPacitan).