Siaga Kegawatdaruratan Kesehatan Masyarakat; Susun Dokumen Rencana (KKM)

Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) adanya unsur ketidakpastian kedaruratan diperlukan suatu perencanaan untuk mengurangi akibat dan dampak yang mungkin terjadi.

Maka dari itu, perlu ada perencanaan Kontinjensi berupa dokumen yang disusun dan disepakati untuk didayagunakan sebagai upaya mencegah atau menanggulangi bencana secara lebih baik dalam situasi kritis atau darurat.

“Beberapa butir penting terkait perencanaan kontinjensi dilakukan sebelum keadaan darurat berupa proses perencanaan ke depan, dan lebih mengutamakan proses daripada menghasilkan dokumen,” terang drg. Nur Farida, Kepala Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (P2) Dinas Kesehatan Kabupaten Pacitan.

Kegiatan yang dilangsungkan pada Selasa sampai dengan Kamis (20/10) kemarin melibatkan sejumlah pihak, termasuk TNI/ Polri, BPBD , Diknas, Kemenag, Kominfo, Bag hukum, Bappedalitbang, IDI dan forum Kabupaten Sehat serta 24 Puskesmas dan RS.

Tak hanya itu hadir sebagai narasumber Dinkes Provinsi Jawa Timur dan Kementerian Kesehatan RI dalam acara penyusunan dokumen Kontijensi Kesehatan Masyarakat (KKM) di Ruang Pertemuan RM. Sehat JLS, Pacitan.

“Selain dokumen Renkon, peran seluruh pihak mampu bersinergi sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing dalam penanganan kasus kegawatdaruratan,” imbuh drg. Nur Farida

Hal ini merupakan langkah dari pemerintah dalam mewujudkan dokumen kontijensi kesehatan masyarakat yang akan dipakai oleh semua pihak dalam menghadapi bencana kesehatan masyarakat, Searah dengan Visi Bupati Pacitan untuk menciptakan masyarakat Pacitan yang Sejahtera dan Bahagia. (PemkabPacitan).

Saling Melengkapi; Tagana Dinsos Pacitan Selalu Siap

Melalui Tagana, Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Pacitan bergerak cepat merespon perintah langsung Bupati dalam penanganan bencana sesuai dengan tupoksinya selama curah hujan tinggi beberapa waktu terakhir.

Titik-titik bencana yang telah dipetakan yang perlu mendapat dukungan logistik langsung didirikan berupa dukungan dapur umum dan bantuan kebutuhan sehari-hari seperti pakaian, matras maupun selimut dan lain-lain.

“Kita bergerak untuk perlindungan pengungsian akibat banjir, tanah longsor maupun bencana lain,” jelas Sumorohadi, Kepala Dinsos Pacitan, kepada pacitankab.go.id, siang ini (19/10).

Baginya adalah sebuah prioritas manakala korban bencana tersebut membutuhkan bantuan logistik, dapur umum pun dengan tangkas dibangun dalam waktu sekejap. Berharap tidak ada satu korban pun yang mengalami kelaparan ataupun tidak dapat berganti pakaian bahkan kedinginan. “Bersyukur kemarin tidak sampai terjadi darurat bencana, hanya parsial namun tetap kita turun,” ungkapnya.

Sementara stok bantuan pun selalu dilaporkan baik dan cukup, meski berbeda dengan jenis bantuan di instansi lain, stok yang tersedia tetap berupa bahan makan, makanan siap saji, makanan bayi, anak maupun pakaian dewasa/anak, selimut dan kasur. Bahkan Dinsos juga memiliki persediaan bantuan berupa alat dapur yang siap diperbantukan jika korban bencana kehilangan alat masak lengkap dengan bahan makannya.

Melihat letak geografis Kabupaten Pacitan, Dinsos diketahui membangun lumbung sosial di sejumlah titik penting wilayah bencana. Keputusan tersebut dilakukan guna memudahkan distribusi bantuan jikalau bencana mengakibatkan lumpuhnya akses ke satu wilayah. “Ada 6 lumbung sosial, semua di wilayah dengan risiko bencana tinggi,” tambah Sumoro.

Komunikasi lintas sektor termasuk ke kementerian pun dilaporkan Sumoro cukup baik, bahkan berbagai respon langsung ditunjukkan semenjak awal terjadinya banjir dengan bantuan yang langsung disalurkan ke Pacitan. “Bantuan sembako langsung kita serahkan, respon masyarakat sangat baik terutama bagi yang tidak bisa masak,” ungkapnya lagi.

Melalui Tagana dengan 72 anggotanya mempunyai kemampuan yang mumpuni dengan berbagai macam situasi dan kondisi, sehingga saat terjadi bencana apapun mereka lekas merespon menolong korban di lokasi bencana.

Bersama dinas terkait Tagana selalu menunjukkan komunikasi dan koordinasi dengan cukup baik sesuai dengan tupoksi guna menangani bencana. “Cadangan logistik belum kita salurkan semua, kami juga berkomunikasi dengan Balai Kartini di Temanggung di bawah naungan Kemensos, mereka langsung kesini. Namun kita berharap bantuan jangan sampai disalurkan,” imbuhnya yang selalu berharap tidak terjadi bencana. (PemkabPacitan).

 

Susun Rencana Kontinjensi; Wujud Ikhtiar Menghindari Bencana

Bicara bencana, nampaknya di Kabupaten Pacitan masih tetap menjadi isu strategis yang harus terus diamati dan dicermati semua pihak. Baik pemerintah, organisasi maupun masyarakat itu sendiri sebagai objek segala jenis bencana.

Meski masih berakhir pada kesimpulan-kesimpulan dari berbagai perhitungan para ahli yang dikutip dari penelitian dan catatan sejarah, namun komitmen sebagai bentuk upaya preventif jikalau bencana benar adanya datang.

Penandatanganan Komitmen Bersama Para Pemangku Kepentingan Terhadap Rencana Kontinjensi Gempa Bumi dan Tsunami serta Adaptasi Covid-19 di Kabupaten Pacitan, dirasa perlu menjadi perhatian khalayak.

Mengingat soal warta bencana selalu berimbas terhadap aspek secara luas, untuk itu Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji dalam sambutannya menghimbau pewarta untuk mengabarkan informasi tersebut dengan mengedepankan sisi edukasi, tanpa menakut-nakuti. “Jangan sampai mengganggu pariwisata dan yang lain,” harapnya, siang ini (11/08) di Pendopo.

Hasil kontijensi yang telah disusun tentu harus dipelajari dan dipahami, meski Mas Aji berharap penyusunan tersebut tidak pernah dilakukan. Namun pihaknya menilai ngaji soal kebencanaan tersebut adalah wujud ikhtiar supaya bencana tidak terjadi. “Doa ikhlas semua tentu juga utama,” pungas Bupati. (PemkabPacitan).

Kembalikan Titir Sebagai Isyarat Bencana

Merasa perlu waspada terhadap ancaman bencana, khususnya gempa disertai tsunami, Pemda melalui Badan Penanganan Bencana Daerah (BPBD) Pacitan memfungsikan kembali kentongan sebagai peringatan dini.

Langkah ini dinilai strategis, pasalnya peralatan modern bernama Early Warning System (EWS) membutuhkan energi listrik berpotensi ngadat karena efek goncangan maupun hal teknis lain.

“Kita siap siaga terhadap semua ancaman bencana. Meski kita berharap bencana ini tidak terjadi,” kata Bupati Pacitan Indartato usai Launching Pemukulan Kentongan Serentak se Kabupaten Pacitan, Pagi ini (26/10) tepat pukul 09.00 Wib di Pantai Pancer Door.

Pemukulan kentongan tersebut nantinya tidak cukup dilakukan instansi pemerintah, masyarakat dan pihak swasta harus memiliki kesadaran, mengingat kemandirian semua unsur merupakan prasyarat wajib pada bidang kebencanaan yang didukung dengan peraturan resmi. “Namun ini jangka panjang,” lanjut Indartato.

Bupati juga mengupayakan langkah lain sebagai pendukung mitigasi, salah satunya memaksimalkan tanaman pandan laut yang memiliki fungsi sama seperti sabuk hijau yang harus dikembangbiakkan di bibir pantai.

Sementara itu Kepala BPBD Pacitan Didik Alih Wibowo berpandangan, kentongan disamping dahulu sudah membudaya, alat ini mudah didapatkan dan terjangkau, sehingga seluruh masyarakat dapat memilikinya.

Melalui kentongan diharap terjadi satu jaringan informasi yang positif antar masyarakat, di samping kentongan juga menjadi filter berbagai informasi yang simpang siur yang dapat meresahkan masyarakat.

“Selanjutnya kami akan membentuk tim siaga yang akan bergerak untuk memantau maupun memberikan informasi kepada masyarakat,” kata Didik. (budi/anj/rozaq/riyanto/dzakir/rachmad/tika/DsikominfoPacitan).

Catatan Belanda; Patjitan 2 Kali Diterjang Tsunami

Bukan untuk memupuk ketakutan sehingga timbul phobia, isu gempa dan gelombang tsunami yang dimungkinkan terjadi karena adanya pertemuan dua lempeng besar Indo-Australia dan Eurasia di pesisir selatan pulau Jawa harus disikapi positif. Masyarakat harus mengenal situasi ini, sekaligus mengembalikan mindset bahwa realitas masyarakat Kabupaten Pacitan memang berdiri di atas tanah dengan segudang potensi bencana.Oleh sebab itu Tim Liputan Diskominfo Pacitan melalui berbagai laman resminya menyambut baik timbal balik pembaca yang meminta penajaman artikel yang berjudul, “Siapkah Jika Megathrust di Selatan Jawa Pecah Sewaktu-waktu” terbit pada (29/09). Sehingga kian kaya wawasan akan kebencanaan.Merujuk sejarah, Belanda diam-diam mencatat fakta bahwa Patjitan nama ejaan Pacitan saat itu sempat dihantam 2 kali gelombang besar. Kejadian pertama terjadi pada awal tahun 1840, gelombang pasang itu juga didahului dengan gempa bumi. Selanjutnya gempa yang disusul gelombang besar terjadi saat jelang magrib, pada 20 Oktober tahun 1859.Melihat fakta ini sebanyak 27 desa menjadi perhatian pemerintah melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pacitan, desa-desa tersebut berada di dataran rendah berhadapan dengan samudera Hindia. “Yang berada di dataran tinggi tentu menjadi pengecualian,” ungkap Kasi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Pacitan Diannita Agustinawati (02/10).Dari ujung barat Kecamatan Donorojo desa-desa tersebut meliputi Desa Sendang, Kalak, Widoro. Kecamatan Pringkuku, Dadapan, Candi, Poko, Jelubang, Dersono dan Watukarung. Kecamatan Pacitan, Desa Sirnoboyo, Kembang, Sidoharjo, Ploso.Beralih ke timur kota mulai Kecamatan Kebonagung, Desa Worawari, Sidomulyo, Klesem, Katipugal, Plumbungan, Kalipelus, Karangnongko. Kecamatan Tulakan, Desa Jetak. Kecamatan Ngadirojo, Desa Sidomulyo, Hadiwarno. Dan Kecamatan Sudimoro, Semberejo, Pagerlor, Pagerkidul dan Sukorejo.Menurut perhitungan kasar, warga pesisir yang harus melakukan evakuasi mandiri mencapai 20 persen dari total populasi penduduk Pacitan, atau kira-kira 100 ribu orang. Sementara sebagian diantaranya adalah kelompok rentan yang perlu dibantu saat proses evakuasi saat kejadian. “Masyarakat harus peka melihat kanan kiri, disitu ada lansia, balita, disabilitas menjadi prioritas untuk ditolong,” kata Dian.Selebihnya jumlah kelompok rentan tersebut belum ditemukan jumlah pastinya, BPBD dalam waktu dekat akan berkomunikasi dengan Badan Pusat Statistik (BPS) Pacitan untuk memperoleh jumlah bulatnya dan memang harus terus di update karena faktor fluktuasi data.Prakiraan Institut Teknologi bandung (ITB) memperkirakan gempa dapat mencapai 9 skala richter, kemudian disusul gelombang tsunami yang mencapai 20 meter. Ini merupakan skenario terburuk, skenario ini dapat terjadi manakala pecahan tumbukan kedua lempeng mengakibatkan pecahan dari ujung barat pulau Jawa hingga Banyuwangi. “Merujuk para ahli inikan siklus,” lanjut Dian.Lalu seperti apa situasi tersebut jika dibanding dengan banjir siklon tropis 2017 silam, Dian memperkirakan kerusakan yang ditimbulkan tidak serata bencana 3 tahun lalu. Meski sekali lagi gempa dipastikan bisa dirasakan seluruh wilayah, hanya saja ketinggian tsunami cukup mengancam wilayah pesisir dataran rendah.Profesor Ron Harris yang sempat datang langsung ke Pacitan dalam penelitiannya tahun 2016 lalu, memperkirakan gelombang tsunami yang masuk ke daratan sejauh 2 sampai dengan 3 kilometer dari bibir pantai. Jika merujuk pada prakiraan tersebut pusat kota dan pemerintahan masih berstatus aman, lantaran jaraknya 5 kilometer dari pantai.Ini juga didukung Sabuk hijau atau green belt sebagai penahan kecepatan gelombang di sepanjang teluk Pacitan, saat ini kondisi kelebatan cukup baik. Bersyukur di Indonesia pemilik sabuk hijau terbaik adalah teluk Pacitan dan Banyuwangi.Masyarakat yang tinggal di bantaran sungai menjadi perhatian selanjutnya, sebab aliran sungai ibarat jalan tol bagi gelombang tsunami, beberapa wilayah yang berada di lokasi ini harus benar-benar memahami mitigasi secara mandiri meski jaraknya diatas 3 kilometer.Berbagai kesiapan terus dilakukan pemerintah, mengingat masyarakat saja tidak cukup untuk menghadapi skenario ini, dalam waktu dekat berbagai simulasi yang berhubungan dengan gempa dan tsunami terus dilakukan, walaupun tak ada yang menghendaki tsunami terjadi. “Masyarakat jangan panik, tetap tenang dan waspada,” harap Bupati Pacitan Indartato (30/09). (bd/anj/alazhiim/ryt/dzk/rch/tk/DiskominfoPacitan).