Bangkitkan Kembali Tradisi Kuno, Bupati Bersama Ratusan Masyarakat Berjalan Kaki Menuju Pantai Pancer Door

Ada beragam cara dilakukan untuk menyambut tahun baru Islam (Syuro). Seperti yang dilakukan Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji menuju 1 Muharram 1444 H tahun ini. Bersama keluarga, pimpinan perangkat daerah serta berbagai komunitas masyarakat orang nomor satu di Pacitan itu membangkitkan kembali tradisi lama “Mlaku Suroan”.
Mlaku Suroan adalah tradisi berjalan kaki saat malam 1 Muharram/Suro yang dilakukan masyarakat tempo dulu. Tujuanya tak lain adalah tirakatan atau sekedar menikmati malam pergantian tahun hijriyah di pinggir pantai baik Teleng Ria maupun Pancer. Tradisi yang mulai hilang sejak tahun 90-an tersebut kini coba dibangkitkan kembali melalui kegiatan bertajuk “Kangen Mlaku Suroan”.
Berangkat dari depan pendopo kabupaten, mlaku suroan mendapat atensi luar biasa dari lapisan masyarakat. Laki laki perempuan, tua muda bahkan anak-anak turut ambil bagian dalam acara tersebut. Menggenakan ragam pakaian harian khas Pacitan, ratusan pejalan kaki melakukan napak tilas jalur menuju pantai.
“Mudah-mudahan yang kita lakukan malam ini tidak lain tidak bukan adalah bentuk manghayu bagya malam satu suro, bentuk rasa syukur kita dan bentuk lain dari perjuangan kita. Mudah-mudahan nanti semua sampai Pancer berjalan lancar dan semoga harapan serta cita-cita kita di tahun mendatang di kabulkan Allah SWT,” kata Bupati saat acara pemberangkatan.
Keluar dari kompleks pendopo kabupaten rombongan mlaku suroan melintasi jalan Ahmad Yani hingga perempatan Penceng. Selanjutnya menuju jalan Gatot Subroto dan mampir di Kelurahan Ploso dan melanjutkan ke Pantai Pancer Door. Sepanjang perjalanan rombongan mendapat sambutan meriah dari masyarakat. Bahkan, dibeberapa titik tertentu masyarakat sengaja menyediakan minum serta makanan ringan untuk peserta mlaku suroan.
Setelah lebih dari satu jam menempuh perjalanan rombongan mlaku suroan tiba di Pantai Pancer. Tiba di lokasi, Bupati dan peserta lain disambut dengan seni sholawat khataman nabi (slawatan Jawa) oleh masyarakat setempat. Setelah beristirahat sebentar, acara dilanjutkan dengan doa bersama awal tahun dipimpin oleh KH. Fuad Habib Dimyati. Acara ditutup dengan makan bersama nasi bungkus daun pisang (tempelang). (Prokopim Pacitan / Pemkab Pacitan)

Hidupkan Kembali Suroan di Pacitan

Dahulu, setiap malam Satu Muharam sudah menjadi tradisi masyarakat Kabupaten Pacitan maupun luar kota Pacitan untuk datang dan tirakat sepanjang malam. Umumnya mereka berjalan kaki menuju Pantai Pancer atau sekedar menyendiri sembari bermunajat kepada Tuhan.

“Pada saat itu tidak ada hiburan apapun, orang-orang pada datang,” kata Bambang Marhendrawan, Kadis Kominfo Pacitan, mewakili Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji menjelaskan sejarah Pacitan saat malam Satu Muharam di masa lalu, (29/07).

Kedatangan orang dari berbagai penjuru kota tersebut oleh bambang ditegaskan sebagai sarana untuk introspeksi dan seraya berbenah di akhir tahun. Selebihnya usai memanjatkan doa akhir dan awal tahun, orang-orang bakal melakukan kegiatan positif hingga terbit fajar dengan dzikir maupun sholawat. “Tidak sedikit juga kok yang memilih untuk tafakur di masjid-masjid bahkan di Masjid Agung (Darul Falah),” lanjut Bambang.

Kini pemerintah mencoba untuk merestorasi kembali budaya lama khas Pacitan tersebut, tangan dingin Bupati Pacitan di momentum pasca pandemi ini diharap menjadi cikal bakal kembali menggeliatnya melekan di Pacitan.

Selain sebagai upaya membangkitkan budaya asli, Bupati juga berkenan untuk membangkitkan sektor ekonomi, yakni Pariwisata. Meski yang menjadi pondasi utama seluruh rangkaian di Pacitan adalah upaya berbenah dari masing-masing individu di tahun yang baru.

“Bukan tanpa alasan banyak orang yang memilih Pacitan sebagai tempat untuk menghabiskan satu Suro. Kita punya pondok pesantren tertua bahkan kita punya sejarah yang luar biasa di masa yang tergambar di situs purbakalanya,” ungkap Bambang melanjutkan.

Berbagai kegiatan yang dikemas masyarakat di berbagai wilayah, baik dari desa maupun komunitas menurut bambang adalah kreatifitas dari masing-masing wilayah, pertunjukan wayang yang syarakat akan makna budaya dan sejarahnya yang bisa dipetik hikmahnya dan acara lain merupakan kearifan.

Namun yang pasti pihaknya menegaskan bahwa hal tersebut adalah bungkus, sedang isi dari kandung malam satu Muharram adalah intropeksi, melihat hal-hal setahun terakhir dan lantas memperbaikinya untuk menjadi lebih baik di tahun berikutnya.

“Nanti Bapak Bupati akan melakukan mlaku bareng dari Pendopo ke Pancer Door,” tambah Bambang. Kegiatan resmi pemerintah tersebut dibuka untuk umum, siapapun dipersilahkan untuk mengikuti acara tersebut bersama Bupati. (PemkabPacitan).