Petani hari-hari ini tengah tak sabar bersiap membajak lahan sawah seluas 12.783 hektar maupun ladang 51.038 hektar. Ini lantaran beberapa pekan terakhir Kabupaten Pacitan telah dua kali diguyur hujan dengan intensitas sedang maupun lebat.
Meski demikian petani diharap untuk tidak bergegas menanam padi, karena ternyata curah hujan belum menyentuh 50 sampai dengan 60 milimeter. Menurut Gatot Winarso, Kabid Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Pacitan, kalender tanam padi khususnya di Pacitan bisa dimulai pada bulan Desember. “Namun untuk sistem Gorah atau Gogo Sawah silahkan dimulai,” katanya (13/10).
Begitu juga bagi petani yang akan menanam jagung di ladang, Dinas Pertanian mempersilahkan untuk di mulai sekarang dengan varietas benih yang sesuai dan yang disarankan oleh penyuluh.
Gatot juga meminta petugas penyuluh untuk memberikan sosialisasi kepada 1.456 kelompok tani di Pacitan untuk sementara menahan diri menanam padi, kira-kira 2 sampai 3 pekan ke depan.
Upaya Dinas Pertanian mendukung petani selain beberapa program dari pusat adalah memfasilitasi petani, baik dari bantuan benih maupun alat pengolahan lahan. “Saat ini silahkan cari-cari benih dahulu, tunggu sampai hujannya merata,” tambah Gatot. (bd/zaq/riy/dzk/rch/DiskominfoPacitan).
Kasus antraks di awal tahun 2020 cukup meresahkan peternak di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Pemerintah Kabupaten Pacitan melalui Bidang Kesehatan Hewan, Dinas Pertanian Kabupaten Pacitan melakukan berbagai upaya pencegahan supaya penyakit yang menyerang binatang dan bisa menular kepada manusia tersebut tetap terkendali.
Utamanya yang menjadi pusat perhatian adalah di Lima kecamatan yang telah tertular antraks di tahun 2016 silam, Agus Sumarno Kabid Kesehatan Hewan, Dinas Pertanian kepada Diskominfo Pacitan mengungkapkan, upaya pencegahan telah dilakukan sejak awal antraks merebak di Gunung Kidul mulai sosialisasi, vaksinasi hingga desinfeksi. “Sejak tahun 2016 kita telah melakukan vaksinasi sebanyak 60.000 dosis,” ujar Agus, hari ini, (03/01/2020).
Langkah pencegahan penting mengingat antraks cukup berbahaya, dengan ciri-ciri binatang ternak akan menunjukkan gejala demam disertai gelisah, lalu secara mendadak akan mati dengan tanda keluarnya darah dari lubang hidung, mulut, telinga dan anus. Tetapi disisi lain semua jenis antibiotik dengan dosis tertentu sebenarnya dapat melumpuhkan bakteri tersebut.
Upaya lain, Agus ke depan juga akan melaksanakan program pelayanan hewan terpadu di beberapa titik wilayah perbatasan, termasuk pengawasan dan disempurnakan dengan pemberian vaksinasi. Karena lalu lintas ternak dari luar Kabupaten Pacitan tetap menjadi perhatian utama supaya Kabupaten Pacitan tetap terkendali. “Dalam waktu dekat kita juga akan menyemprotkan desinfektan pada kendaraan yang mengangkut ternak,” terangnya.
Agus bersyukur, pemahaman dan kesadaran peternak terhadap bakteri yang bernama lengkap Bacillus Anthracis ini cukup tinggi. Membuat masalah tersebut dapat cepat tuntas di tahun 2016 lalu. Hal ini modal dasar yang penting supaya antraks tidak lagi merebak di Kabupaten Pacitan, meski kota lain saat ini sedang darurat Antraks.
Beberapa langkah mandiri juga kembali diingatkan oleh Agus kepada para peternak di Kabupaten Pacitan, terutama menjaga kebersihan kandang dan lingkungan kandang dan memberikan pakan yang baik sesuai dengan kebutuhan hewan. Kedua hal tersebut merupakan pencegahan dasar yang dapat dilakukan. “Segera melapor kepada petugas jika menemukan tanda-tanda pada binatang ternak. Secepatnya,” pungkas Agus. (budi/riyanto/wira/DiskominfoPacitan).
Produktivitas tanaman kakao di Kabupaten Pacitan dinilai
masih rendah ketimbang wilayah lain, berkisar 200 kilogram per hektar, kondisi
demikian membuat Dinas Pertanian setempat mencari penyelesaian menjalin
kerjasama dengan Universitas Jember (Unej).
Kerjasama tersebut berbentuk kegiatan KKN dan Magang
Mahasiswa, serta penelitian dan pengabdian baik Dosen maupun Mahasiswa
Unej. Kegiatan KKN telah dilaksanakan
pada Bulan Agustus sampai November ditiga desa di Kabupaten Pacitan yaitu
Wonoanti, Gembuk dan Punung.
Hasil kegiatan
Mahasiswa dapat ditangkap beberapa permasalahan dalam perkakaoan di Pacitan.
Beberapa permasalahan tersebut antara lain pertama masalah harga kakao yang
tidak menentu dan cenderung dibeli dengan harga murah. Kedua biji kakao dijual
di pasar tradisional.
Ketiga kualitas biji kakao yang rendah dikarenakan biji
kakao tidak difermentasi. Keempat pada musim hujan buah kakao akan terserang
sejenis penyakit Phytophthora yang menyebabkan buah busuk sehingga menurunkan
produksi, belum lagi usai pohon yang telah tua karena ditanam pada tahun
1995-1996 dan klon yang tidak jelas.
Masalah lain tanaman kakao bukan tanaman utama (Tumpangsari)
dengan berbagai tanaman keras seperti kelapa, cengkeh, durian, mahoni dan
tanaman tahunan lainnya. diperparah perawatan mulai pemangkasan, pemupukan, dan
pengendalian (Organisme pengganggu Tanaman (OPT) tidak dilakukan.
Permasalahan pada sisi kelembagaan yakni kelompok tani kakao
masih tergabung dalam kelompok tani dengan komoditi pertanian secara menyeluruh,
meskipun pertemuan dilakukan secara rutin tetapi tidak membahas masalah-masalah
pertanian.
Anggota kelompok tani cenderung melakukan semua kegiatan
pertaniannya secara perseorangan dan tidak bersama-sama dalam kelompok. Kendala
di teknik budidaya, maupun perawatan tidak pernah didiskusikan di pertemuan
rutin kelompok.
Kualitas biji kakao yang tidak difermentasi karena hasil
dari masing-masing petani sedikit, kurang dari kapasitas minimal kotak
fermentasi. Itu membuat petani memutuskan untuk menjualnya ke pasar tradisional
dengan jumlah atara 0,5-1 Kilogram yang menyebabkan kakao dihargai murah.
Solusi agar masalah ini terpecahkan adalah petani harus mau
mengumpulkan hasil panen kakaonya ke kelompok untuk kemudian diolah
bersama-sama agar bisa memenuhi kapasitas minimal kotak fermentasi. Biji kakao
hasil fermentasi inilah baru dijual ke pasar.
Namun hal ini hanya bisa dilakukan apabila semua anggota kelompok tani
berkomitmen dan ingin meningkatkan kualitas biji kakao yang mereka hasilkan.
Jumino, Kepala Dusun Bulih, Wonoanti, Tulakan dan Ketua
Kelompok Tani Gemah Ripah 4. mengatakan, tanaman kakao daerahnya sudah tua
berharap adanya bantuan bibit yang jelas klonnya. Kelompok tersebut juga
memerlukan pendampingan karena mayoritas anggota kelompok tidak merawat tanaman
kakao dan seakan-akan pasrah terhadap keadaan. “ada buah kami panen, tidak ada
buah ya tidak masalah,” kata Jumino.
Sementara itu, Diana Fauziyah, Dosen PS Agribisnis (UNEJ)
bersedia membantu mencarikan pasar penjualan biji kakao dengan harga tinggi
namun dengan catatan biji kakao harus difermentasi dengan baik. “Cukup banyak
pasar yang bersedia menampung,” terangnya.
Ada tiga sarat minimal terhadap biji kakao yang memiliki
harga tinggi, mulai biji harus fermentasi, kadar air maksimal 7,5 % dan kadar
kotoran maksimal 2%. Ada juga mansyaratkan kontinuitas dan volume minimal 1
pick up dalam satu kali pengiriman.
Tentunya syarat-syarat ini hanya akan terpenuhi jika petani
melakukan tahap pasca panen secara bersama-sama di kelompok. Oleh karena itu, peran kelembagaan Kelompok
Tani harus lebih besar. Peran kelompok diawal mungkin bisa dimulai dengan
mengumpulkan buah kakao milik anggota yang selanjutnya secara bersama-sama
melakukan fermentasi.
Pada sosialisasi Diana bersama yang lain juga mengunjungi
Kelompok Tani Gemah Ripah 04, menghasilkan anggota bersemangat dan sepakat
untuk mengumpulkan buah kakao ke kelompok dan melakukan fermentasi bersama di
kelompok sebelum melakukan penjualan.
Hal ini dipertegas
juga oleh Rena Yunita Dosen PS Agribisnis (UNEJ), langkah ini merupakan langkah
awal untuk meningkatkan harga jual biji kakao. Dengan melakukan pengolahan
bersama, jika biji kakao sudah kualitasnya bagus maka pasar akan datang sendiri
untuk berebut membeli biji kakao. “Terpenting semua anggota kelompok harus
punya komitmen yang sama untuk meningkatkan kualitas biji kakao” jelasnya.
Unej juga memberi bantuan klon kakao berjenis MCC 02;
Sulawesi 1 dan ICS 60 dari bibit hasil sambung sebanyak 100 batang. Berharap
menjadi solusi untuk membuat kebun entres dan meremajakan tanaman kakao yang
sudah tua secara bertahap.
Mereka juga membagikan ilmu sambung bibit kakao dengan
melibatkan 30 petani untuk dilatih dalam sambung bibit kakao. Berharap petani
nantinya dapat melakukan pembibitan secara mandiri dan mengetahui teknik
sambung bibit pada kakao. Sambung kakao dewasa (peremajaan) caranya tidak jauh
berbeda dengan sambung bibit, namun pada kakao dewasa entres kakao ditempelkan
pada batang tanaman kakao tua.
(Istimewa/Unej/DinasPertanian/DiskominfoPacitan).
Kecamatan Arjosari mempunyai lahan sawah seluas 989 ha.
Biasa ditanami padi oleh masyarakat setempat, dan bisa hasilkan panen padi
sebanyak 2-3 kali dalam satu tahun. Kondisi ini dapat dimaksimalkan untuk
peningkatan dan pengembangan tanaman hortikultura untuk menambah penghasilan
petani.
Tanaman hortikultura sebenarnya sudah menjadi bagian dari
sumber penghasilan masyarakat Arjosari sejak lama. Strategi selanjutnya, untuk
meningkatkan produksi hortikultura adalah dengan pembentukan kawasan
hortikultura.
Dibentuknya kawasan hortikultura akan memudahkan
pengembangan budidaya, pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT),
penanganan pasca panen hingga tahapan pemasaran.
“Secara spesifik pendekatan kawasan dirancang untuk
meningkatkan efektivitas kegiatan, efisiensi biaya dan mendorong keberlanjutan
kawasan komoditi unggulan,” kata Dian Anggarimurni Kasi Produksi Tanaman
Hortikultura Dinas Pertanian kemarin19/09.
Strategi dasar pengembangan kawasan hortikultura di Arjosari
dapat diawali dengan optimalisasi komoditas unggulan yang telah berkembang
seperti sayuran, cabai, pepaya, semangka, durian dan biofarmaka yang secara
terfokus dan terarah kemudian dikembangkan melalui pendekatan agribisnis dengan
memperhatikan keterkaitan hulu-hilir secara berkesinambungan. “Harapannya
daerah menjadi maju dan masyarakatnya menjadi sejahtera sesuai dengan yang
dicita-citakan,” harapnya.
Sedangkan Kelompok Tani di Kecamatan Arjosari sudah mulai
mengembangkan tanaman-tanaman hortikultura seperti cabai, melon, semangka, pepaya
california, durian dan biofarmaka. Tanaman cabai tumbuh baik di beberapa desa,
antaranya ada di Desa Kedungbendo, Pagutan, Gunungsari, Borang, dan Gembong.
Di Desa Kedungbendo, petani menanam cabai varietas Dewata
sekitar seluas 3 ha. Tanaman cabai bisa tumbuh sehat dan subur dengan hasil
panen yang melimpah. Hasil panen cabai
dapat meningkatkan kesejahteraan petani, dengan harga jual cabai saat ini
mencapai Rp.25.000-Rp.30.000 per kilogram. Dengan harga sebesar itu, petani
sudah memperoleh keuntungan.
Kendala di lapangan tidak terlalu banyak, keluhan yang
sering dijumpai menurut Sartono salah satu petani cabai, adalah masalah harga
mulsa yang dinilai mahal, yakni sekitar Rp. 700.000 satu gulung.
Menyikapi masalah Sartono dan kawan-kawannya sesama petani
cabai, Dinas Pertanian tahun ini memberi pendampingan bimbingan teknis dan bantuan sarana produksi pertanian berupa
mulsa dan pupuk. Bantuan ini bersifat stimulan yang digunakan untuk
pengembangan kawasan cabai seluas 6 hektar di Desa Gembong, Pagutan dan
Temon. Luas tanam cabai rawit tahun 2018 mencapai 17 ha dengan produksi 41
ton dan produktivitas 45 ku/ha (data
Dinas Pertanian 2018).
Berdasarkan data Dinas Pertanian tahun 2018, tanaman buah
lainnya yang berpotensi untuk dikembangkan di Arjosari adalah pisang, durian
dan pepaya. Jumlah tanaman durian sekitar 15.541 pohon, produksi 202 ton dan
rata-rata produksi 0,22 ku/pohon.
Tanaman pisang 22.522 rumpun, produksi 846 ton dan provitas 0,60
ku/rumpun. Sedangkan pepaya jumlah
pohonnya 9.822, produksinya 160 ton dan provitas 0,18 ku/pohon.
Tanaman pepaya banyak dikembangkan oleh kelompok tani di
Desa Gunungsari dan Pagutan. Pada saat ini, Pepaya jenis California telah
dibudidayakan pada lahan seluas sekitar 0,5 ha. Pepaya jenis ini sangat laku di
pasaran. Selain rasanya yang manis, juga
teksturnya lebih keset dibanding pepaya jenis lainnya sehingga tahan lebih
lama. Harga pepaya yang cenderung stabil
sekitar Rp.6.000/kg bisa menjadi
tambahan pendapatan petani.
Dinas Pertanian dan petugas lapangan terus berupaya untuk
mengembangkan potensi hortikultura di wilayah Arjosari. Pengembangan kawasan
hortikultura membutuhkan dukungan dari semua pihak terutama dari pemerintah
setempat. Peran kelompok tani menjadi dominan sebagai sarana untuk bimbingan,
pendampingan dan diskusi untuk mengatasi masalah yang timbul hasilnya kawasan
hortikultura terwujud di Kecamatan Arjosari.
(DinasPertanian/budi/riyanto/wira/DiskominfoPacitan).
Seluruh aspek patut diwaspadai jelang Hari Raya Idul Adha
atau Hari Raya Kurban, khususnya penyakit yang mengancam hewan ternak. Apa lagi
di Kabupaten Pacitan penyakit antraks pernah berulah di beberapa wilayah yang
sempat membikin pusing pemerintah dan peternak.
“Bersyukur sampai
saat ini tidak ada laporan,” kata Kepala Dinas Pertanian Pamuji. Usai
melaksanakan pemantauan bersama Bupati Pacitan Indartato pagi tadi 06/08. Namun
dirinya tidak ingin kecolongan dengan memperketat uji pemeriksaan kambing dan
sapi yang beredar di pasar dan titik penyembelihan yang dilakukan tim dokter
hewan.
Saat ini harga sapi
di pasaran disampaikan berada pada angka yang menguntungkan peternak, yakni Rp.
45.000 sampai dengan Rp. 48.000. menurut Pamuji harga itu adalah harga yang
cenderung normal pada momentum hari raya kurban dan tidak membertkan pembeli.
Bupati Indartato
bersyukur tidak ada temuan, karena stok hewan di Pacitan akan dikirim ke
berbagai kota besar di Indonesia, utamanya Jabodetabek. Dipastikan akan terus
meningkat di pekan terakhir jelang Idul Adha ini. “Terus dipantau, jangan
sampai kecolongan,” perintah Bupati.
Himbauan.
Ada beberapa ciri yang perlu di perhatikan saat hendak
membeli hewan kurban yang sehat, menurut drh. Alek Arisona pertama hewan harus
tampak lincah dan aktif, mempunyai kulit yang mengilat, mata yang bersih dan
hewan tersebut berdiri pada empat kaki.
Saat pemotongan,
perhatikan saat merebahkan hewan, usahakan menggulingkan dengan pelan sehingga
terhindar dari benturan, gunakan tali untuk memudahkan. Pada saat membagikan
daging hindari penggunaan plastik, karena ternyata plastik berpotensi besar
penjadi penular penyakit. Dan terakhir cucilah yang diperoleh dengan bersih
menggunakan air yang bebas dari penyakit. (budi/dzakir/riyanto/wira/diskominfoPacitan).