Pasar Kakao Pacitan Mulai Terbuka

Tingginya permintaan dunia terhadap kakao menjadi kesempatan baik bagi petani untuk meningkatkan produktifitas. Apalagi, jenis tanaman yang berasal dari Amerika Selatan ini sangat potensial dibudidayakan di hampir semua wilayah di Kabupaten Pacitan.

Pernyataan tersebut disampaikan Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji saat memberangkatkan pengiriman perdana ose kakao kering milik petani Pacitan ke perusahaan penampung Mulyojati Mojokerto Jawa Timur.

“Ini jadi cita-cita kita bersama, Pacitan bisa menjadi salah satu produsen kakao ini, apalagi, permintaan dunia masih tinggi sementara di Indonesia justru turun, ini peluang menurut saya,” ungkap Bupati Rabu, (06/10).

Greget tersebut juga mendorong Mas Aji untuk memaksimalkan peran Dinas Pertanian Kabupaten Pacitan dalam melakukan pendampingan kepada petani Kakao di Pacitan.

“Syukur nanti Pak Bambang dan jajaran bisa mengembangkan kakao ini di wilayah lain, maksud saya begini, masyarakat yang siap kita bantu,” harapnya.

Sementara itu, Bambang Supriyoko Kepala Dinas Pertanian Pacitan mengatakan, berbagai program dari hulu hingga hilir pengembangan kakao telah berhasil dilakukan, potensi kakao di Pacitan kini telah menemukan pasar strategis dengan harga yang bersaing. Terlebih, ini juga pertama kalinya panen petani, terfasilitasi oleh Asosiasi Petani Kakao Indonesia. “Harganya fear,” ujarnya.

Rangsangan bagi petani tersebut tidak berhenti sampai disini, Dinas Pertanian Pacitan kemudian bekerja keras mendukung petani Pacitan secara continue, dalam pengolahan sehingga menemukan titik fermentasi terbaik.
“Fermentasi bagus dari kelompok tani akan mendukung harga jual,” tambah Bambang.

Seperti diketahui, dari data yang dimiliki Dinas Pertanian Pacitan luas lahan tanaman kakao di Pacitan 5.832 hektar tersebar dihampir semua wilayah dengan produksi kakao mencapai 400 ton per tahun. (DiskominfoPacitan).

 

Dinas Partanian Dan Unej Atasi Masalah Kakao Di Pacitan

Produktivitas tanaman kakao di Kabupaten Pacitan dinilai masih rendah ketimbang wilayah lain, berkisar 200 kilogram per hektar, kondisi demikian membuat Dinas Pertanian setempat mencari penyelesaian menjalin kerjasama dengan Universitas Jember (Unej).

Kerjasama tersebut berbentuk kegiatan KKN dan Magang Mahasiswa, serta penelitian dan pengabdian baik Dosen maupun Mahasiswa Unej.  Kegiatan KKN telah dilaksanakan pada Bulan Agustus sampai November ditiga desa di Kabupaten Pacitan yaitu Wonoanti, Gembuk dan Punung. 

 Hasil kegiatan Mahasiswa dapat ditangkap beberapa permasalahan dalam perkakaoan di Pacitan. Beberapa permasalahan tersebut antara lain pertama masalah harga kakao yang tidak menentu dan cenderung dibeli dengan harga murah. Kedua biji kakao dijual di pasar tradisional.

Ketiga kualitas biji kakao yang rendah dikarenakan biji kakao tidak difermentasi. Keempat pada musim hujan buah kakao akan terserang sejenis penyakit Phytophthora yang menyebabkan buah busuk sehingga menurunkan produksi, belum lagi usai pohon yang telah tua karena ditanam pada tahun 1995-1996 dan klon yang tidak jelas.

Masalah lain tanaman kakao bukan tanaman utama (Tumpangsari) dengan berbagai tanaman keras seperti kelapa, cengkeh, durian, mahoni dan tanaman tahunan lainnya. diperparah perawatan mulai pemangkasan, pemupukan, dan pengendalian (Organisme pengganggu Tanaman (OPT) tidak dilakukan.

Permasalahan pada sisi kelembagaan yakni kelompok tani kakao masih tergabung dalam kelompok tani dengan komoditi pertanian secara menyeluruh, meskipun pertemuan dilakukan secara rutin tetapi tidak membahas masalah-masalah pertanian.

Anggota kelompok tani cenderung melakukan semua kegiatan pertaniannya secara perseorangan dan tidak bersama-sama dalam kelompok. Kendala di teknik budidaya, maupun perawatan tidak pernah didiskusikan di pertemuan rutin kelompok.

Kualitas biji kakao yang tidak difermentasi karena hasil dari masing-masing petani sedikit, kurang dari kapasitas minimal kotak fermentasi. Itu membuat petani memutuskan untuk menjualnya ke pasar tradisional dengan jumlah atara 0,5-1 Kilogram yang menyebabkan kakao dihargai murah.

Solusi agar masalah ini terpecahkan adalah petani harus mau mengumpulkan hasil panen kakaonya ke kelompok untuk kemudian diolah bersama-sama agar bisa memenuhi kapasitas minimal kotak fermentasi. Biji kakao hasil fermentasi inilah baru dijual ke pasar.  Namun hal ini hanya bisa dilakukan apabila semua anggota kelompok tani berkomitmen dan ingin meningkatkan kualitas biji kakao yang mereka hasilkan.

Jumino, Kepala Dusun Bulih, Wonoanti, Tulakan dan Ketua Kelompok Tani Gemah Ripah 4. mengatakan, tanaman kakao daerahnya sudah tua berharap adanya bantuan bibit yang jelas klonnya. Kelompok tersebut juga memerlukan pendampingan karena mayoritas anggota kelompok tidak merawat tanaman kakao dan seakan-akan pasrah terhadap keadaan. “ada buah kami panen, tidak ada buah ya tidak masalah,” kata Jumino.

Sementara itu, Diana Fauziyah, Dosen PS Agribisnis (UNEJ) bersedia membantu mencarikan pasar penjualan biji kakao dengan harga tinggi namun dengan catatan biji kakao harus difermentasi dengan baik. “Cukup banyak pasar yang bersedia menampung,” terangnya.

Ada tiga sarat minimal terhadap biji kakao yang memiliki harga tinggi, mulai biji harus fermentasi, kadar air maksimal 7,5 % dan kadar kotoran maksimal 2%. Ada juga mansyaratkan kontinuitas dan volume minimal 1 pick up dalam satu kali pengiriman.

Tentunya syarat-syarat ini hanya akan terpenuhi jika petani melakukan tahap pasca panen secara bersama-sama di kelompok.  Oleh karena itu, peran kelembagaan Kelompok Tani harus lebih besar. Peran kelompok diawal mungkin bisa dimulai dengan mengumpulkan buah kakao milik anggota yang selanjutnya secara bersama-sama melakukan fermentasi.

Pada sosialisasi Diana bersama yang lain juga mengunjungi Kelompok Tani Gemah Ripah 04, menghasilkan anggota bersemangat dan sepakat untuk mengumpulkan buah kakao ke kelompok dan melakukan fermentasi bersama di kelompok sebelum melakukan penjualan.

 Hal ini dipertegas juga oleh Rena Yunita Dosen PS Agribisnis (UNEJ), langkah ini merupakan langkah awal untuk meningkatkan harga jual biji kakao. Dengan melakukan pengolahan bersama, jika biji kakao sudah kualitasnya bagus maka pasar akan datang sendiri untuk berebut membeli biji kakao. “Terpenting semua anggota kelompok harus punya komitmen yang sama untuk meningkatkan kualitas biji kakao” jelasnya.

Unej juga memberi bantuan klon kakao berjenis MCC 02; Sulawesi 1 dan ICS 60 dari bibit hasil sambung sebanyak 100 batang. Berharap menjadi solusi untuk membuat kebun entres dan meremajakan tanaman kakao yang sudah tua secara bertahap.

Mereka juga membagikan ilmu sambung bibit kakao dengan melibatkan 30 petani untuk dilatih dalam sambung bibit kakao. Berharap petani nantinya dapat melakukan pembibitan secara mandiri dan mengetahui teknik sambung bibit pada kakao. Sambung kakao dewasa (peremajaan) caranya tidak jauh berbeda dengan sambung bibit, namun pada kakao dewasa entres kakao ditempelkan pada batang tanaman kakao tua. (Istimewa/Unej/DinasPertanian/DiskominfoPacitan).