Temu Kangen Bupati dan Minta Penghitungan Ulang

“Untuk semua yang terkait, mari kita selesikan masalah ini dengan arif dan bijaksana,” tutur Bupati Indarato.

Tim sukses Calon Kepala Desa Nomor Urut 1 atas nama Darmadi dari Desa Watukarung Kecamatan Pringkuku mengadu kepada Bupati Indartato hari ini 09/10/2018. Terkait dugaan kecurangan Pilihan Kepala Desa 2018 yang dilaksanakan secara serentak Minggu 07/10/2018.

Beberapa poin disampaikan oleh tim sukses terkait kecurangan saat penghitungan suara, sehingga calon yang mereka usung kalah dengan selisih satu suara. Dimana calon nomor urut satu, Darmadi memperoleh sebanyak 552 suara. Sedangkan calon nomor urut dua atas nama Wiwit Pheni mendapat 1 suara lebih banyak yakni 553. Dan surat suara rusak berjumplah 18. “Kami memohon keadilan kepada Bapak Bupati, agar dilakukan penghitungan ulang,” kata Riki.

Kepada 50 anggota tim sukses yang mengadu, Bupati Indartato mengatakan bahwa sesuai Peraturan Bupati Nomor 20 Tahun 2017. Maka segala bentuk sengketa hasil suara akan diselesaikan selambat-lambatnya 30 hari dari waktu pencoblosan. Panitia Kabupaten akan menerima seluruh aduan yang diserahkan dan segera ditindaklanjuti.

Masa waktu 30 hari tersebut tidak untuk mengulur-ulur, namun panitia akan melaksanakan koordinasi dengan pihak terkait lebih dahulu. Di dalamnya akan mempelajari, mencermati dan memahami kondisi yang terjadi berdasar laporan terebut. “Setelah itu panitia akan melakukan penelitian dan pengkajian,” papar Bupati menjelaskan mekanismenya.

Bupati juga meminta kepada masyarakat agar bersabar dan percaya pada pemerintah. Juga tetap menjaga keamanan dan ketertiban. Ia menegaskan bahwa pemerintah tidak memihak kepada siapapun calon, karena dalam keadaan ini pihaknya di tengah-tengah, “Karena saya ingin dipercaya rakyat,” imbuhnya berprinsip.

Dalam kesempatan itu turut hadir Sekretaris Daerah Suko Wiyono, Staf Ahli Pemerintahan Tri Mudjiharto, Asisten Administrasi Umum dan Ketua Panitia Kabupaten Pilkades 2018 Sakundoko, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Mahmud, Kabag Pemerintahan Dan Kerjasama Putatmo Sukandar, Kabag Hukum Kukuh Sutiyarto, Kepala Satpol PP Widy Sumardji, Camat Pringkuku Daryono dan Kapolsek Pringkuku AKP. Wahyudi. (Budi/Anj/Riyanto/DiskominfoPacitan).

Diskusi Perihal Pendangkalan Grindulu

Pemerintah menyambut baik atas usulan yang disampaikan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) atas pendangakalan Sungai Grindulu dan anak sungai, wilayah normalisasi terutama beberapa desa di Kecamatan Arjosari disebabkan musim penghujan telah di ambang pintu. Forum Diskusi dilaksanakan di Ruang Krida Pembangunan 08/10/2018, dalam kesempatan tersebut Wabup menyampaikan bahwa penanganan untuk normalisasi menjadi agenda rutin Pemerintah. Namun demikian Pemerintah Kabupaten tidak dapat bekerja sendiri, karena berkaitan masalah kewenangan. “Upaya yang ditempuh adalah berkoordinasi dengan instansi vertikal seperti Balai Besar Bengawan Solo, Das Bengawan Solo secara Inten,” paparnya gamblang mewakili Bupati Indartato yang berhalangan hadir.

Masalah sedimentasi menjadi agenda utama pemerintah yang sudah disampaikan kepada Dirjen dan Kementrian, selanjutnya dari laporan tersebut akan dilakukan langkah penyusunan dan ditentukan mana yang menjadi proritas. Sementara pemerintah juga melakukan konsentrasi terhadap pembangunan Waduk Tukul yang berada di Desa Karang Gede Arjosari yang mengalami keterlambatan pengerjaan. Proyek Waduk Tukul dan longsor di Kali Telu salah satu penyebab pendangakalan dan banjir walaupun bukan yang utama.

“Namun demikian langkah lain telah ditempuh dan menjadi prioritas, ditahun ini telah di anggarkan Detail Engineering Design. Fisiknya berupa proteksi tebing dan sebagainya namun tidak sekaligus, yang diutamakan yang bersingungan langsung dengan aset masyarakat dan pelayanan umun,” kata Budiyanto Kepala Dinas Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang menjelaskan kepada 30 perwakilan anggota PMII.

Upaya untuk melakukan penghijauan sebagai langkah untuk mengurangi pendangkalan juga gencar dilakukan oleh Wardoyo. Sebagai kepala UPT Pengelolaan Hutan Wilayah I Pacitan Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur yang juga diundang dalam acara tersebut menjelaskan, pihaknya setiap tahun telah melakukan penanaman puluhan ribu pohon kayu dan buah serta resapan melalui anggaran pusat seperti BP Das Solo.

Diakhir pertemuan dengan anggota PMII Wabup mengucapkan trimakasih dan apresiasi karena telah memberikan sumbangsih pemikiran untuk pemerintah. Pihaknya berharap akan terjalin banyak diskusi-diskusi untuk kamajuan Pacitan.

Dalam kesempatan itu Wabup Yudi Sumbogo didampingi Staf Ahli Bupati Pacitan Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik Tri Mudjiharto, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris Daerah Kabupaten Pacitan Joni Maryono, Kepala Bagian Pemerintahan dan Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten Pacitan Putatmo Sukandar dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Pacitan Edy Yunan Ahmadi. (Budi/Anj/Riyanto/DiskominfoPacitan).

Tanggap, Tangkas, Tangguh dan Pahami Gempa Disertai Tsunami

Waspada terhadap ancaman bencana menjadi kwajiban mutlak untuk manusia, karena kehidupan bersinggungan langsung dengan alam. Termasuk goncangan gempa dan gelombang tsunami yang bisa datang kapanpun dan selalu menyisakan ironi. Korban jiwa, kerugian materiil bahkan trauma mendalam. Tsunami atau perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan permukaan air laut secara vertikal dengan tiba-tiba, menjadi momok dibanyak negara dunia termasuk Indonesia yang berada pada zona cincin api (ring of fire).

Gelombang tsunami umumnya disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya gempa bumi yang disebabkan pergerakan lempeng dan aktifitas sesar serta terjadinya runtuhan atau letusan gunung api di dasar laut. Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mencatat sejak 1964 telah terjadi 23 kali gempa bumi yang diikuti tsunami di Indonesia. Pada 2004 gempa  Aceh masuk dalam gempa besar jika dibandingkan hal serupa yang terjadi pada 18 tahun sebelumnya. Total 250.000 korban jiwa dan menimbulkan trauma mendalam.

Kewaspadaan terhadap ancaman gelombang tsunami diprioritaskan untuk masyarakat pesisir. Hal ini sesuai dengan kajian resiko bencana dan tsunami tahun 2011 oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Sebanyak empat kota terpilih sebagai peserta yakni Kabupaten Buleleng, kepulauan Mentawai, Provinsi Palu serta Kabupaten Pacitan. Berada diatas lempeng besar Indo Australia dan Eurosia aktif serta berhadapan langsung dengan Samudra Hindia menjadi alasan Pacitan masuk dalam daftar peserta. “Berdasarkan data sepanjang 78km garis pantai yang membentang di kabupaten Pacitan, terdapat 25 desa zona merah tersebar dalam 7 kecamatan,” jelas Diyannita Kasi Kesiapsiaagaan Bencana BPBD Kabupaten Pacitan.

Di sisi lain bentangan alam eksotis memanjakan pariwisata Pacitan dan keindahanya mampu menutupi ancaman bencana besar. Namun demikian kewaspadaan terhadap bencana giat dilakukan pihak terkait melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dengan simulasi gempa dan tsunami, pendidikan bencana, hingga pemulihan pasca bencana. Saat ini alarm atau Early Warning System (EWS) pemberi kabar gelombang tsunami dipasang dibeberapa lokasi strategis. Selain itu ditaman puluhan ribu pohon cemara udang di bibir Pantai Teluk Pacitan atau biasa disebut sabuk hijau (Green Belt). Berfungsi sebagai pemecah atau menurukan kekuatan gelombang. “Pohon Bakau juga dapat digunakan dengan fungsi yang sama. Hal ini belajar dari beberapa peristiwa yakni peralatan canggih rusak saat terjadi tsunami lantaran goncangan gempa yang terjadi sebelumnya,” tuturnya melanjutkan.

 

Diyannita menjelaskan tsunami umumnya rangkaian gelombang laut yang mampu menjalar dengan kecepatan 900km/jam atau bahkan lebih, namun saat mencapai pantai dangkal, teluk atau muara sungai, kecepatan menurun dan berubah menjadi tinggi gelombang yang bersifat merusak.  Kesiapan seseorang dalam menghadapi bencana menjadi penentu dalam upaya penyelamatan. Jargon 20-20-20 menjadi landasan dasar mitigasi bencana gempa dan tsunami, yakni lebih dari 20 detik gempa, memiliki waktu 20 menit penyelamatan, dan mencari tempat tinggi minimal 20 meter.

Menyikapi ironi bencana gempa dan tsunami yang selalu menyisakan korban, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP) dalam buku saku pedoman mitigasi bencana, memaparkan secara rinci mulai prabencana hingga pemulihan. Pemahaman dasar pertama adalah kesiapan keluarga, tas siaga, mengenal petunjuk jalur evakuasi, serta berkoordinasi dengan pemerintah terkait mulai tingkat RT hingga tingkat Pusat.

Kemudian mengetahui tanda alam, terutama setelah terjadi gempa seperti air laut surut, suara gemuruh di tengah laut dan banyak ikan menggelepar di Pantai. Mengenal intensitas gempa bumi, waktu berlangsung dan kekuatan gempa sehingga seseorang sulit berdiri tegak serta memantau informasi dari berbagai media resmi mengenai potensi tsunami.

Ketika gempa yang terjadi berdampak pada rumah atau banggunan tempat tinggal tidak dianjurkan membenahi, waspada terhadap gempa susulan, tujuan utamanya adalah evakuasi keluarga ke tempat yang lebih aman. Jika gempa berpotensi tsunami perhatikan alarm serta peringatan atau petunjuk dari pihak berwenang dan segeralah berlari menuju tempat yang tinggi dan berdiam diri ditempat tersebut untuk sementara waktu. Hal ini dikarenakan gelombang tsunami kedua dan seterusnya biasanya lebih besar dari gelombang sebelumnya.

Pascabencana

Tujuan selanjutnya usai bencana adalah tidak bertambahnya korban. Selain upaya dari pihak terkait dan fasilitas umum diharapkan masyarakat dapat mandiri tidak kurang dari lima hari. Kembali dari tempat evakuasi ketika keadaan telah dinyatakan aman,  tetap mengutamakan keselamatan dengan tidak terburu-buru menyelematkan barang, menjauhi tempat reruntuhan, menghindari air yang menggenang karena kemungkinan zat berbahaya dan waspada terhadap instalasi listrik.

Persiapan pasca bencana menjadi landasan pembentukan Desa Tangguh Bencana di Pacitan oleh BNPB.Pengetahuan pemulihan rekonstruksi, rehabilitasi serta regulasi menjadi program kerja yang harus bersama-sama digalakkan. “Harus saling memperioritaskan keselamatan bersama. Saling mendukung dan mematuhi petunjuk evakuasi bencana yang sudah ada,” tutur Diyannita memaparkan.

Bangunan Tahan Gempa

Dikutip dari laman Kompas, Imam Satyarno dosen Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada menjelaskan, material adalah hal yang harus diperhatikan dalam membangun rumah. Jenis pertama bangunan engineered merupakan gedung dua lantai atau lebih, dibangun dengan perhitungan khusus. Kedua non engineered adalah bangunan satu lantai dibuat dengan perhitungan ala kadarnya bahkan material yang digunakan tidak diukur.

Sementara itu melalui sambungan telepon Dewi Irawati ST. MT Konsultan Arsitek menjabarkan bahwa masyarakat Kabupaten Pacitan sudah saatnya mengutamakan berbagai aspek dalam membuat bangunan. Mengingat, berbagai potensi bencana serta kontur tanah. Ketika kemarau kering dan pecah-pecah, sebaliknya jika musim hujan tanah menjadi lembek dan berair. Dengan demikian pondasi dari bangunan harus kuat dan sesuai perhitungan.

“Mengacu Barrataga (Bangunan Rumah Rakyat Tahan Gempa). Hasil penelitian dari Ir. Sarwadi, Msce,Ph.D, Ip U, dosen Magister Rekayasa Kegempaan UII Yogyakarta mengatakan, bangunan tahan gempa itu mempunyai struktur bawah, tengah dan atas harus terkait melalui ikatan tulangan yang sesuai dengaan aturan Barrataga,” lanjut Megister Rekayasa Kegempaan menjelaskan gamblang. Pihaknya juga berpesan bahwa intinya desain bisa ditawar namun struktur tidak bisa ditawar, baik diameter tulangan, jarak kaitan (sengkang) dan cara mengaitkan. Dalam dunia arsitek memang struktur menjadi barang mahal karena sudah mahal juga tak terlihat karena terselubung dengan finishing bangunan yang indah. Dewi menyimpulkan indah tak mesti kuat tapi kuat bisa jadi indah.

(Budi/Anj/Riyanto/DiskominfoPacitan).

Bermunajat Seraya Nguri-uri Warisan Adiluhung

Konon, masayarakat Dusun Wati, Desa Gawang, Kecamatan Kebonagung, terkena wabah penyakit berkepanjangan (pageblug). Berbagai upaya untuk mencari kesembuhan tidak membuahkan hasil. Sehingga banyak warga masyarakat meninggal karena penyakit misterius.  Sampailah Ki Ageng Sureng Pati memerintahkan sedekah bumi berupa menyembelih kambing kendit, jenis kambing yang memiliki lingkar warna putih pada bagian punggung sampai perut dan sepasang ayam tulak hitam, ayam hitam yang mempunyai bercak putih. “Bersyukur pada Alloh, usai melakukan sedekah warga kembali sehat,” ujar Bari Ketua Paguyuban Baritan Kepada Diskominfo  Minggu (07/10/2018).

Kini warga masyarakat di Dusun tersebut sedang tidak mengalami pageblug seperti pada cerita ber abad-abad lalu. Namun warga masih tetap melaksanakan sedekah bumi yang diberi nama Baritan atau Wiridan. Sebagai upaya untuk mendekatkan diri pada Alloh memohon perlindungan agar terhindar dari segala mara bahaya. Selain itu upacara adat Baritan juga sebagai upaya menjaga budaya dan sejarah yang telah dilaksanakan turun temurun.

Berjalanya waktu, upacara ini mengalami berbagai penambahan dan tidak sekedar memohon keselamatan, namun kini telah menjelma menjadi sebuah warisan kebudayaan yang tidak hanya dimiliki warga setempat, namun warga di Kabupaten Pacitan. Dalam pelaksanaanya selain kirim do’a pada Ki Ageng Soreng Pati lakon babad pada tanah gawang sebagai penghormatan, juga dilaksanakan do’a-do’a, bersholawat hingga kenduri dan menampilkan berbagai macam tari-tarian serta atraksi. “Kita melibatkan seluruh masyarakat, dari anak hingga orang tua. Tujuanya agar kegiatan do’a dan kebudayaan ini tetap lestari,” tambah Bari.

Sampai saat ini Pacitan mempunyai delapan kebudayaan desa aktif, salah satunya adalah Upacara Adat Baritan. Pemerintah melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang bekerjasama dengan Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga mempunyai beberapa upaya salah satunya memberikan fasilitas berupa bantuan untuk pengembangan. Sehingga upacara adat tersebut menjadi kegiatan wisata budaya yang dapat dinikmati warga masyarakat lokal dan kota tetangga. “Termasuk ini, kita selalu menjalin sinergi agar baik seluruhnya,” jelas Sunyoto salah satu Staf Bidang Kebudayaan memaparkan.

Banyak kebudayaan pada satu kelompok masyarakat hilang karena derasnya arus globalisasi dan teknologi. Salah satu penyebabnya karena tidak ada regenerasi pada penerus. Dalam kesempatan itu Wabup Yudi Sumbogo memberi apresiasi dan menyampaikan rasa bangga kepada masyarakat  Gawang yang senantiasa nguri-uri budaya, sehingga tetap eksis dan menjadi budaya unggulan Pacitan. “Seni budaya merupakan warisan adiluhung (kesenian yang bermutu tinggi) yang luar biasa, tugas kita bersama untuk menjaga dan melestarikanya,” tutur Wabup dalam sambutanya mewakili Bupati Indartato yang berhalangan hadir.

Wabup juga mengingatkan pada warga masyarakat untuk tetap menjaga ketenangan menjelang pesta demokrasi yang dilaksanakan pada 2019 mendatang. Pacitan yang tenang, adem, ayem dan tentrem tersebut agar tetap terjaga. “Pilihan boleh beda, namun jangan menjadi alasan perpecahan,” tambahnya mengingatkan.

Pada kesempatan ltu turut hadir Istri Wabup Ninik Yudi Sumbogo, Ketua DPRD Ronny Wahyono, Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan, Camat Kebonangung Sugeng Widodo dan seluruh Kepala Desa di Kecamatan Kebonangung.

(Budi/Anj/Riyanto/DiskominfoPacitan).

Pastikan Pilkades Serentak Lancar, Bupati Sidak

Sejumlah titik desa pelaksana pemilihan kepala desa (pilkades) serentak didatangi Bupati Pacitan Indartato, Minggu (7/10/2018). Salah satunya diwilayah Kecamatan Pringkuku.

Desa Sugihwaras menjadi titik kunjungan pertama. Tak hanya menyapa warga, Indartato juga menyambangi tempat pemungutan suara (TPS) di balai desa desa setempat.

Hal serupa juga dilakukan di Desa Watukarung. Usai melihat TPS Indartato kemudian berbincang dengan Kapolres AKBP Setyo Koes Heriyatno yang juga hadir dilokasi pemungutan suara. Selain bupati tampak pula Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Sanyoto, Staf Ahli Bupati Tri Mudjiharto, serta anggota Muspika.

Terpisah, Wakil Bupati Yudi Sumbogo juga melakukan sidak ke wilayah Kecamatan Kebonagung. Sedangkan Sekretaris Daerah Suko Wiyono kebagian wilayah Kecamatan Arjosari.

Pilkades serentak tahun ini diikuti 33 desa dari 11 kecamatan. Dari jumlah itu Kecamatan Pacitan menjadi wilayah dengan jumlah desa penyelenggara terbanyak. Yakni sembilan desa. Sedangkan di Kecamatan Tulakan, Nawangan, dan Kebonagung masing-masing hanya satu desa.

(humaspacitan/diskominfopacitan).

WhatsApp chat