

Dahulu, setiap malam Satu Muharam sudah menjadi tradisi masyarakat Kabupaten Pacitan maupun luar kota Pacitan untuk datang dan tirakat sepanjang malam. Umumnya mereka berjalan kaki menuju Pantai Pancer atau sekedar menyendiri sembari bermunajat kepada Tuhan.
“Pada saat itu tidak ada hiburan apapun, orang-orang pada datang,” kata Bambang Marhendrawan, Kadis Kominfo Pacitan, mewakili Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji menjelaskan sejarah Pacitan saat malam Satu Muharam di masa lalu, (29/07).
Kedatangan orang dari berbagai penjuru kota tersebut oleh bambang ditegaskan sebagai sarana untuk introspeksi dan seraya berbenah di akhir tahun. Selebihnya usai memanjatkan doa akhir dan awal tahun, orang-orang bakal melakukan kegiatan positif hingga terbit fajar dengan dzikir maupun sholawat. “Tidak sedikit juga kok yang memilih untuk tafakur di masjid-masjid bahkan di Masjid Agung (Darul Falah),” lanjut Bambang.
Kini pemerintah mencoba untuk merestorasi kembali budaya lama khas Pacitan tersebut, tangan dingin Bupati Pacitan di momentum pasca pandemi ini diharap menjadi cikal bakal kembali menggeliatnya melekan di Pacitan.
Selain sebagai upaya membangkitkan budaya asli, Bupati juga berkenan untuk membangkitkan sektor ekonomi, yakni Pariwisata. Meski yang menjadi pondasi utama seluruh rangkaian di Pacitan adalah upaya berbenah dari masing-masing individu di tahun yang baru.
“Bukan tanpa alasan banyak orang yang memilih Pacitan sebagai tempat untuk menghabiskan satu Suro. Kita punya pondok pesantren tertua bahkan kita punya sejarah yang luar biasa di masa yang tergambar di situs purbakalanya,” ungkap Bambang melanjutkan.
Berbagai kegiatan yang dikemas masyarakat di berbagai wilayah, baik dari desa maupun komunitas menurut bambang adalah kreatifitas dari masing-masing wilayah, pertunjukan wayang yang syarakat akan makna budaya dan sejarahnya yang bisa dipetik hikmahnya dan acara lain merupakan kearifan.
Namun yang pasti pihaknya menegaskan bahwa hal tersebut adalah bungkus, sedang isi dari kandung malam satu Muharram adalah intropeksi, melihat hal-hal setahun terakhir dan lantas memperbaikinya untuk menjadi lebih baik di tahun berikutnya.
“Nanti Bapak Bupati akan melakukan mlaku bareng dari Pendopo ke Pancer Door,” tambah Bambang. Kegiatan resmi pemerintah tersebut dibuka untuk umum, siapapun dipersilahkan untuk mengikuti acara tersebut bersama Bupati. (PemkabPacitan).
Mengusung seni pertunjukan “Mbabar Beber Pacitan”, Dalang Fajar Arianto dari Sanggar Unggul Pamenang, Kecamatan Tulakan , Kabupaten Pacitan mewakili Bakorwil I Madiun berhasil menyabet penghargaan Aktor Pria Terbaik dalam ajang Pertunjukan Rakyat (Pertura) Jatim Kominfo Festival (JKF) 2022.
Penghargaan diserahkan langsung dalam closing ceremony JKF 2022 di Hotel Orchid Kota Batu Malang, Kamis (28/7/2022) malam.
“Alhamdulilah masih bisa dapat nominasi, mengingat jeda waktu latihan kami sangat terbatas untuk bisa menyajikan penampilan yang bisa menghibur penonton, terimakasih untuk seluruh pendukung kegiatan,” ungkap Fajar.
Diakui Fajar, proses kreatif yang dilakukan tim, baik dalam sisi penulisan naskah, Pengiring dan Properti dikejar waktu latihan yang sangat terbatas. “Kita hanya memaksimalkan 3 kali latihan dalam seminggu, dan pengerjaan properti 2 hari, namun begitu kita tetap kompak dan semangat untuk menampilkan yang terbaik,” tegasnya.
Ide ceritapun terbilang spontan, berangkat dari keprihatinannya terhadap seni pertunjukan wayang Beber yang masih belum banyak dikenal kalangan milenial. Bersama dengan Dinas Kominfo Pacitan, sanggar unggul Pamenang mencoba menggarap Wayang Beber dengan seni pertunjukan modern.
Tema “Mbabar Beber Pacitan” diakui Fajar merupakan upaya pengenalan wayang Beber sebagai produk adiluhung yang kini menjadi salah satu warisan dunia tak benda oleh Unesco.
“Kita tidak mengubah pakem ceritannya, hanya seni pertunjukannya kita buat sedikit berbeda agar bisa diterima disemua kalangan utamannya kaum milenial. Karena lewat merekalah eksistensi wayang beber ini akan terus lestari,” ujar Fajar.
Dalam seni pertunjukan tersebut, wayang Beber yang awalnya berbentuk gulungan di beber dalam sebuah pigura besar mirip kelir wayang. Set kelir berbentuk pigura berukuran 2 x 1,5 meter ini sekilas mirip Tv Flat. Untuk menggerakkan slide wayang kelir ini dilengkapi dengan dinamo motorik, lengkap dengan ornamen dan tata lampu.
Pun dengan musik pengiring, perunjukan wayang beber ini mengusung alat musik modern , seperti Saxsophone, Terompet dan Orgen, serta Rebab, kendang dan Jedor agar tidak menghilangkan kesan tradisionalnnya.
Kesan hiburanpun mencoba di suguhkan dengan opening interaktif yang dilakukan sang dalang sebelum jejer wayang.
Alur ceritapun juga tidak keluar Pakem, hanya ada penyesuaian tema dialog saat Jaka Kembang Kuning Tiba di sebuah pasar saat mencari keberadaan Dewi Sekartaji. Di gulungan inilah, tema-tema menghibur dan informatif dirangkai sedemikian rupa untuk menggiring penonton pada kejadian nyata yang terjadi saat ini. Seperti terjangkitnya wabah Covid-19, PMK, transformasi digital dan lain-lain.
“Wayang beber ini usiannya sangat tua, membutuhkan komunikasi diantara kita yang menonton dan narasi yang coba diceritakan. Penampilannya diusahakan sedemikian rupa saya pikir ini penampilan yang memberikan gambaran bahwa Wayang Beber ini masih bisa bertahan sampai kapanpun, tidak akan punah dan kita harus pertahankan bersama-sama,” ungkap Muchtar pengamat budaya yang juga bertindak sebagai Juri dalam ajang Pertura JKF 2022 ini.
Sementara itu, Kepala Dinas Kominfo Pacitan Bambang Marhaendrawan mengaku cukup terkesan dengan penampilan delegasi Pertura Pacitan. “Sebenarnya model-model pertunjukan semacam ini bisa menjadi medium untuk mengenalkan budaya daerah yang beraneka ragam, wayang beber salah satunnya, agar genarasi milenial bisa ikut memiliki dan melestarikannya,” ungkap Bambang.
Tentunnya, lanjut Bambang, harus ada muatan-muatan informatif yang bisa ditangkap oleh keinginan mereka. “Disinilah Pertura ini disuguhkan dengan tampilan yang menghibur sekaligus sarat akan muatan-muatan informatif yang positif dan membangun,” tandasnnya.
Seperti diketahui, Seni Pertunjukan Rakyat (Pertura) dalam ajang Kominfo Jatim Festival (JKF) 2022 tahun ini diikuti oleh 6 penampil perwakilan 5 Bakorwil Jawa Timur. Meliputi Bakorwil I Madiun di wakili Kabupaten Pacitan, Bakorwil II Bojonegoro, Bakorwil III Malang di wakili Kota Batu, Bakorwil IV Pamekasan diwakili Sumenep dan kota Surabaya, Bakorwil V Jember diwakili Kabupaten Bondowoso. (Pemkab Pacitan)
Sebagai wujud perhatian terhadap ekonomi masyarakatnya, Pemerintahan Kelurahan Baleharjo mengadakan Pelatihan Budidaya Madu Klanceng yang dibina langsung oleh Cabang Dinas Kehutanan Wilayah Kabupaten Pacitan Provinsi Jawa Timur dan narasumber Tumino pembudidaya madu klanceng dari Kecamatan Punung.
Komitmen ini diharapkan dapat membantu meningkatkan ekonomi masyarakat Baleharjo melalui budidaya lebah madu klanceng. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam budidaya lebah klanceng yaitu pembuatan sarang, jenis lebah yang dibudidayakan dan persiapan vegetasi.
Sarang lebah klanceng berupa glodokan yang terbuat dari kayu berbentuk persegi panjang dengan lebar 5 cm dan panjang 20 cm, salah satu sisinya diberi lubang sebagai tempat keluar masuknya lebah dan bagian atasnya dilapisi plastik yang berguna untuk mengontrol perkembangan lebah.
“Sebagai contoh lebah madu klanceng yang saya budidayakan berjenis Trigona Leavicep, yang memiliki ciri-ciri lebih kecil daripada lalat, warnanya hitam dan kakinya berbulu. Alasan saya memilih lebah jenis ini karena pembibitannya lebih murah daripada jenis lebah madu yang lain,” ujar Tumino, kemarin (28/07).
Kemudian persiapan vegetasi harus memenuhi tiga unsur diantaranya menghasilkan nektar, serbuk sari sebagai makanan klanceng dan menghasilkan getah untuk pembuatan sarang. Jenis tanaman yang memenuhi tiga unsur tadi adalah jambu air dan belimbing. (PKL/KelurahanBaleharjo/PemkabPacitan).