Angkat Isu di Sekitar; Kecamatan Pringkuku Kembali Juara Umum

Durbala Singkir, berhasil membuat Kecamatan Pringkuku kembali menjadi juara dua kali berturut-turut pada gelaran Festival Ronthek 2019. Melalui tangan dingin banyak nama, di malam kedua santri Raung Bambu sukses menghipnotis ribuan pencinta Ronthek dan tiga juri, ditandai riuh tepuk tangan.

Pringkuku melihat kesenian Ilir, atau di daerah lain Edan-edanan tampak mulai ditinggalkan saat upacara pernikahan, Padahal itu penting jika sedikit mau menengok fungsi sebenarnya, konon dalam cerita yang beredar, Ilir berfungsi sebagai penolak balak saat kedua mempelai melaksanakan ritual temu manten.

Terangkatlah Ilir, menjadi Durbala Singkir atau Pengusir Kekuatan Jahat itu menjadi judul yang mewakili Kecamatan Pringkuku, tersaji apik dan penuh warna. Dr. Deasylina da Ary, satu nama yang tertulis pada sinopsis melalui sambungan telepon menjelaskan konsep yang diusung pada penyajian Durbala Singkir mengedepankan sajian sederhana tanpa bermewah-mewah. “Karena seni tidak harus mewah,” ujar Dia kemarin 18/09. 

Kalimat Deasylina tersebut tidak Ngelantur. Pasalnya, meskipun Kecamatan Pringkuku hanya didukung Bedug serta Teropet pada pembukaan, namun pada durasi penyajian kurang lebih 15 menit hampir tidak terbuang sia-sia, ditandai dengan lensa para Fotografer yang tidak henti-hentinya membidik seluruh Gesture yang membentuk momentum, didukung aransemen musik yang benar-benar berbeda. “Semua harus pas komposisinya, di mana semua itu saling mendukung pertunjukan yang kita suguhkan,” Paparnya.

Daryono Camat Pringkuku pada 15/09 pukul 03:00 WIB belum terlelap di rumahnya, sekonyong-konyong sang istri mengabarkan rilis juara Festival Ronthek 2019 dari salah satu grup Whatsapp. Kabar Grup menyampaikan Kecamatan Pringkuku kembali Penjadi Juara Umum. “Awalnya saya tidak percaya, Aku kira kabar Hoax,” Katanya 16/09. Namun akhirnya Daryono percaya informasi tersebut usai ia mengklarifikasi kepada Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan sebagai panitia. 

“Sungguh persiapan yang singkat, kata Daryono mereka bersiap hanya kurang dari 3 minggu, namun mereka profesional dan sangat disiplin dalam berseni,” tambah Dia. Menjadikan waktu singkat tersebut dapat dimaksimalkan. Daryono mengatakan bahwa Raung bambu jika melatih memiliki target. Meskipun kurang persiapan namun dukungan konsep yang sempurna membuat Raung Bambu dapat kembali menjadi yang terbaik.

Ronthek harus benar-benar berkarakter, kalimat itu mungkin selalu ada pada banyak kepala, baik para pemangku kebijakan, seniman, wartawan bahkan masyarakat sebagai penikmat, Deasylina yang menyelesaikan Disertasinya berjudul Pacitanian (Model Pendidikan Seni Berorientasi Lingkungan) mengaku dari tiga malam pertunjukan Ronthek,  dua malam ia di antara penonton menikmati persembahan Ronthek mengaku banyak kejutan dari tiap-tiap penampil.

Bahkan kepada Diskominfo Pacitan ia mengaku kalau wakil desa ternyata lebih siap dan kompetitif, sudut pandangnya menujukan bahwa Ronthek bukan masalah besaran biaya yang ada, namun lebih pada selera seni yang diwujudkan melalui berbagai disiplin keilmuan seni. (budi/riyanto/wira/DiskominfoPacitan).

Festival Ronthek 2019; Mimpi Menjadi Ikon Dan Idola

Festival Ronthek 2019 bakal digelar sebentar lagi, kesenian yang bermula dari kegiatan gugah sahur oleh masyarakat di bulan Ramadhan ini setiap tahun begitu diminati warga Pacitan.

 Bupati Pacitan Indartato di ruang kerjanya menyampaikan, pemerintah memang fokus dengan kesenian yang satu ini, tidak sekedar menghibur masyarakat, pemerintah bersama semua elemen berharap Festival Ronthek menjadi Ikon Kabupaten Pacitan. 

 Untuk sampai pada harapan besar ini, pemerintah melakukan berbagai berkolaborasi dengan berbagai pihak, utamanya para seniman, baik pelaku seni di Pacitan dan para akademisi seni baik solo dan Yogyakarta. “Kita serahkan kepada teman-teman kita yang tahu masalah itu, minta tolong agar rontek menjadi budayanya orang Pacitan seperti Reog Ponorogo,” ujarnya kepada Diskominfo Pacitan 05/09.

 Persatuan dan kesatuan disampaikan Indartato menjadi tema ditahun ini, dinilai penting sebagai stimulus semua elemen untuk Pacitan yang semakin maju. Ini selaras jika melihat pagelaran Rontek yang selalu melibatkan puluhan orang dengan tugas masing-masing, sudah tentu membutuhkan persatuan dan kesatuan. “Saya yakin jika tabuhan tidak seirama dengan yang lain maka didengarkan tidak enak,” kata Indartato.

 Terlebih mimpi pemerintah menghadirkan Ronthek sebagai ikon, atau bahkan idola bagi masyarakat di dalam dan luar Pacitan, sebuah harapan baik yang perlu diapresiasi bersama melalui berbagai bentuk dukungan. Bupati optimis mimpi itu bisa terwujud asal resep kekompakan terus dibangun dan dijaga pada setiap wadah yang disediakan. (budi/riyanto/wira/DiskominfoPacitan).