Foto: Budi Setiadi, perangkat desa mengecek langsung kondisi sumber air Banyuripan yang belum dikelola, Banyuripan berada di Dusun Pagutan Wonogondo.

Saat kemarau datang, masyarakat di Desa Wonogondo, Kecamatan Kebonagung hampir tidak pernah absen mengalami krisis air. Surat permohonan droping air kepada pemerintah daerah pun kerapkali dilayangkan, guna mencukupi kebutuhan dasar masyarakatnya.

5 Dusun yang dihuni 2023 penduduk ini semakin sengsara saat musim hujan terlambat datang.

“Selain menunggu antrian droping, solusi saat itu ya warga terpaksa membeli air yang dibawa oleh penjual musiman. Per kubik mencapai 120 ribu rupiah,” ujar Indra Rukmana Kades setempat mengenang.

Soal air adalah hal mendasar, ia membayangkan jika situasi ini terus berlalu, maka masyarakatlah yang dirugikan. Sehingga berbagai cara dilakukannya bersama para perangkat. Termasuk dukungan oleh pemda dan pusat, namun sayang, realisasi tak sesuai kenyataan karena berbagai faktor. “Kami tidak berhenti mencari cara,” lanjut Kades (13/092023).

Foto: Sugihatin, warga setempat memastikan kepada PemkabPacitan bahwa air selalu mengalir di rumahnya.

Terpenting adalah menemukan komitmen antara pemdes dan masyarakat. Menyakinkan bahwa pengolah secara mandiri semua sumber adalah keputusan bijak. Pertemuan dengan warga pun digelar, tema yang diusung adalah bagaimana Wonogondo lepas dari krisis air dengan memaksimalkan sumber yang ada.

Foto: disiplin melakukan pengecekan. Memastikan distribusi air agar tidak terjadi masalah.

Setelah menerima ide dan gagasan maka disepakatilah Kali Galang, Kali Talang, Kali Ngrancah dan Kali Kemuning sebagai suplai utama yang nanti akan dikembangkan. Desa kemudian menggambar skenario distribusi air. “Mengingat demografi wilayahnya, sehingga kita menyesuaikan, ada yang dengan pompa ada juga yang menggunakan sistem gravitasi,” beber Kades.

Tidak habis membayangkan desanya dulu kebingungan mencari air, kini semua warga tidak pernah cemas saat kemarau panjang. Cukup membayar 600 ribu rupiah untuk instalasi, masyarakat dapat mandi dirumah masing-masing. Sedang per kubik, air yang kini dikelola oleh BUMdes Berkah Abadi hanya dijual seribu rupiah.

Untuk masyarakat yang kurang beruntung pada lini ekonomi, pihak desa membentuk Bantuan Amal dan Sedekah Wonogondo (Basdewo). Dana tersebut didapat dari sukarela perangkat dan masyarakat yang memang berkeinginan membantu warga lain yang tidak mampu.

Begitu juga dengan Desa Gendaran di Donorojo, ujung barat Pacitan ini dahulu juga sering mengalami krisis air, sehingga pihak desa dan masyarakat bekerja keras menghidupkan kembali sistem pengairan yang ada. Karena mereka juga meyakini, di masing-masing wilayah desa tetap mempunyai sumber mata air.

Foto: Petugas BUMdes melakukan pengisian air kemasan yang akan segera didistribusikan.

Hanya saja bagaimana kecakapan semua elemen masyarakat dan pemerintah untuk kembali mengatur dan mengoperasikan baik saat kemarau maupun hujan. Karena saat hujan, air iuran dari warga bermanfaat untuk kelangsungan peralatan, seperti pipa, pompa dan yang lain.

Foto: Dokumentasi penanaman pohon antara pemdes dan masyarakat.

Wonogondo lepas dari krisis air bersih, kini pihaknya hanya bertugas membangun budaya penting, seperti menanam pohon utamanya di titik-titik sumber air, seperti pohon beringin, trembesi dan berbagai tanaman lain dukungan dari swasta maupun pemerintah.

“Untuk desa lain, awali dengan membentuk Komitmen bersama masyarakat. Kita harus berani membangun inovasi,” pesan Indra yang mengaku limpahan air di Wonogondo ia maksimalkan sebagai destinasi wisata bernama Kolam Renang Wono Wening.

Foto: Limpahan air dimanfaatkan pihak desa menjadi kolam renang.

Wonogondo melalui KPSPAMSTirto Adem Desa Wonogondo pun pernah memperoleh Piagam Penghargaan KPSPAMS Award. Kategori Widya Tirta Paripurna, ini adalah penghargaan atau dukungan nyata dalam pencapaian 100 persen akses air minum dan sanitasi oleh Provinsi Jawa Timur. (PemkabPacitan).

WhatsApp chat