Sudah menjadi sejarah bagi masyarakat Gendaran, Kecamatan Donorojo. Ketika datang kemarau puluhan orang dari dua dusun yakni Ngantir dan Tumpak bekerja keras menemukan air bersih. Beruntung ada tetesan air di belik tengah lembah yang jaraknya cukup jauh.

Menunggu semalam, tetesan ini memenuhi jerigen-jerigen yang mereka telah siapkan. Pagi sebelum matahari menyingsing, bergegas warga membawanya pulang sebagai bahan memasak, mencuci dan mandi.

Bukannya pemerintah tidak cekatan, droping air pun saat itu terus dilakukan. Namun banyaknya warga yang membutuhkan membuat kuota yang didapat tidak mencukupi. Sementara jika membeli dari bak tangki keliling maka masyarakat harus membayar 250 ribu rupiah. Harga yang sangat mahal untuk kebutuhan air bersih yang menjadi kebutuhan pokok mereka sehari-hari.

Foto: Mencari solusi bersama warga dan tokoh masyarakat.

Akhir tahun 2018 bersama-sama dengan warga masyarakat mencoba mencari solusi atas krisis air bersih warga Gendaran. “Awal kami mengidentifikasi ada jaringan air bersih berupa jaringan pipa, bak & pompa submersible yang dibangun sejak 2015-2016 yang terbengkalai,” kata Wulan Fitriana, Kades Gendaran kepada PemkabPacitan (14/09/2023).

Dimulai dengan mengidentifikasi 3 permasalahan utama, jaringan belum terhubung ke rumah-rumah, kelompok pengelola belum bisa berfungsi optimal dan belum adanya sistem operasional yang memadai. Sehingga di tahun anggaran 2019, Pemdes menganggarkan 100 juta rupiah untuk pengadaan pipanisasi sebagai saluran utama menjangkau seluruh wilayah 2 dusun yang kekurangan air bersih.

Foto: Masyarakat bersemangat menyambut air yang mengalir di rumahnya dengan memasang pipa dari sumber mata air.

Sedangkan warga masyarakat yang ingin menyambung dari jaringan itu mengeluarkan biaya untuk pemasangan instalasi dari jaringan ke rumah masing-masing berikut meteran airnya. Reorganisasi pengurus HIPPAM dan musyawarah terkait dengan biaya-biaya iuran untuk operasional dilaksanakan bersama masyarakat dan pemdes.

“Kendala awal setelah dilakukan musyawarah tidak semua warga masyarakat mau menjadi pelanggan dengan berbagai alasan. Salah satunya terkait iuran bulanan yang sebenarnya sudah diupayakan seminimal mungkin,” terang Wulan.

Akhirnya dilakukan uji coba selama 3 bulan untuk beberapa rumah yang mau memasang meteran air. Selang 3 bulan berjalan kemarau panjang melanda akhirnya para warga yang awalnya tidak ikut memasang meteran berduyun-duyun mengambil ke tetangga mereka.

Hal itu menjadi cikal bakal konflik sosial, karena sebagian masyarakat memberikan tarif lebih mahal dari yang dibayar ke kelompok HIPPAM. Ketika masyarakat mau pasang baru, pelanggan lama menolak karena takut debit airnya tidak mencukupi.

Kembali melalui musyawarah bersama akhirnya yang belum memiliki akses air bersih di kedua dusun tersebut bisa bersama-sama menjadi pelanggan HIPPAM. Anggota membayar iuran wajib 35 ribu untuk pemakaian 10 kubik dan seterusnya 5 ribu rupiah per kubik, setiap akhir tahun dilaksanakan pelaporan oleh pengurus yang sifatnya sukarelawan.

Berjalan tahun berikutnya, karena banyaknya pelanggan dan debit air semakin tidak mencukupi pompa yang dipaksa bekerja keras mati. Iuran dari warga waktu itu belum mencukupi untuk membeli pompa baru, karena dalam perjalannya ada saja kerusakan-kerusakan kecil seperti pompa terlindas truk, jaringan listrik terbakar, kabel terputus pencari pakan dan sebagainya. Setelah mandek berbulan-bulan, akhirnya Pemdes menggunakan DD tahun 2020 untuk pembelian pompa submersible.

Tahun 2021 pemdes mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa jaringan air bersih dari sumur bor lainnya yang menggunakan bak existing yang awalnya tidak berfungsi. Tahun berikutnya juga mendapat hibah jaringan dan meteran air di masing-masing rumah untuk dusun lainnya.

“Saya akui tidak mudah untuk melaksanakan kegiatan penyediaan air bersih walaupun ini kebutuhan pokok masyarakat sendiri. Memberikan kesadaran kepada warga itu yang sulit,” ungkap perasaan Wulan.

Sudah dibangunkan bak tampung, diberi pompa, diberikan fasilitas lainnya, ujar kades untuk perawatan dan pengelolaan, masyarakat masih berat hati handarbeni, sehingga masih jauh jika penyedia air menjadi sumber PAD.

Perlu kerjasama yang baik antara pemerintah, tokoh masyarakat, kelompok pengelola dan warga. Mengingat seiring dengan bertambahnya waktu ketersediaan air bersih ini semakin sulit. “Jangankan berfikir untuk reservasi sumber air, untuk mengoperasikan agar lancar kebutuhan mereka sendiri saja banyak sekali alasan-alasan.” Beber Kades mendetail.

Sampai saat ini, masih banyak pembenahan-pembenahan yang kami lakukan demi kelancaran akses air bersih di desa Gendaran. Salah satunya dengan menambah sumber air dari sumur bor dalam bantuan dari Pemerintah Daerah demi kecukupan supply karena tidak mencukupi kalau cuma mengandalkan 2 sumur bor dangkal yang sekarang untuk melayani seluruh pelanggan.

Selain itu iuran air yang banyak terpakai untuk pembayaran listrik untuk operasional pompa mungkin bisa diatasi dengan menekan biaya listrik sehingga iuran warga bisa dipakai untuk perawatan jaringan. (PemkabPacitan).

WhatsApp chat