Bulan Januari setiap tahunya para pemangku kebijakan menggelar Musyawarah Perencanaan dan Pembangunan (Musrenbang). Jika di Pacitan acara ini kerap kali dilaksanakan di Pendapa Kabupaten. Semua orang dilibatkan demi memperoleh suara secara menyeluruh.

Berjalannya waktu ,ternyata tradisi musrenbang belum sepenuhnya menyerap semua aspirasi, terutama musrenbang yang digelar di desa-desa. acap kali aspirasi kurang mengedepankan suara perempuan, anak, penyandang distabilitas maupun masyarakat miskin, sehingga mereka sering tidak mendapatkan porsi pembangunan. Itu terjadi karena musrenbang regular yang mengacu pada UU Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional hanya mengatur sampai tingkat kecamatan saja.

Pemerintah Pacitan merespons yang ditandai dengan terbitnya Peraturan Bupati Pacitan Nomor 86 Tahun 2018 Tentang Pedoman Musrenbang Inklusif. Lalu, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapedda) Pacitan bergandengan tangan dengan Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan Untuk Kesejahteraan (Kompak) melakukan Pelatihan Teknik Fasilitasi Bagi Para Fasilitator atau Training Of Trainer (TOT) pada kegiatan musrenbang inklusif.

Upaya untuk mewadahi penyandang disabilitas ini di kesempatan yang akan datang harus terlaksana di 171 desa yang tersebar di 12 kecamatan. “Kami bersama-sama berupaya menginisiasi musrenbang inklusif ditingkat desa supaya terlaksana secara masif. Juga untuk mengakomodasi perempuan, anak-anak dan mereka yang termarginalkan,” Kata Kasubid Pembangunan Manusia Sektor 1 Bapedda Siswoyo Kepada Diskominfo Pacitan.

Ini menarik sekaligus luar biasa, mengingat mereka sebenarnya adalah kelompok besar, kemudian bisa menyuarakan langsung unek-uneknya mulai kebutuhan, akses, hingga manfaatnya, dan kemudian pemerintah dapat mengontrol perencanaan itu.

Tapi ini bukan perkara mudah, jadi peserta TOT harus mengikuti kegiatan hingga empat hari lamanya tanpa absen, Sekda Pacitan Suko Wiyono saat membuka acara 23/07 meminta kepada seluruh peserta supaya fokus mengikuti pelatihan. Karena kasus yang timbul di setiap wilayah selalu berbeda-beda. “Semoga apa yang kita lakukan ini sudah ada manfaatnya di musrenbang yang akan datang,” harap Sekda di Gedung Karya Darma tempat pelatihan.

Iqbal mengikuti pelatihan dengan penuh semangat, meski harus dibantu dengan Kruk. Melihat itu Irwandi Koordinator Kompak Pacitan ini bermimpi ditahun 2020 sudah ada usulan dari kelompok besar tersebut. “Usulan mereka harus bisa masuk di APBDes,” Mimpi Irwandi. Meskipun di Pacitan sudah melakukannya, namun ia harus memastikan terselenggara dengan segenap instrumennya.

Didik Purwondanu pun harus turun gunung, ia yang menjabat sebagai Responsive Governance Coordinator Kompak Provinsi Jawa Timur itu senang dengan inovasi tersebut, kegiatan pertama di Indonesia ini dirasa sesuai dilakukan di bulan Juli, demi mengejar siklusnya untuk APBDes tahun 2020 dan 2021.

Hingga hari terakhir peserta cukup dinamis, bersemangat mengikuti proses demi proses. Hari pertama peserta dihadapkan pengetahuan dasar, dilanjutkan dengan simulasi dan berlanjut hingga studi kasus.

Dari 553.388 jiwa masyarakat Pacitan, perempuan berada pada angka 51,17 persen, sedang anak-anak 28,17 persen dan 14,19 persen antaranya adalah masyarakat miskin. Bisa dibayangkan bagaimana suarai mereka terakomodasi secara sempurna. Hasilnya pembangunan di Pacitan dapat merata ke seluruh segmentasi. Karena tiga kelompok besar tersebut mempunyai kesempatan dan hak sama pada proses pembangunan. (budi/riyanto/wira/DiskominfoPacitan).

WhatsApp chat