Lihat Sejarah Lalu Bangkit

Masih membekas jelas dalam ingatan, betapa Jepang luluh lantak akibat serangan udara Amerika di dua kota yakni Hiroshima dan Nagasaki. Bendera putih pun terpaksa mereka kibarkan tanpa syarat melalui pernyataan resminya pada 2 September 1945 di atas Kapal USS Missouri di Teluk Tokyo.

Padahal sebelumnya, negeri Matahari Terbit itu gagah gempita menggurita menguasai hampir seluruh  daratan Asia, termasuk Hindia Belanda, nama Indonesia saat itu. Bahkan lebih jauh mundur ke belakang tepatnya 7 Desember 1941, Angkatan Laut Jepang dengan berani menyerang Armada Pasifik Angkatan Laut Amerika Serikat di AL Pearl Harbour, Hawai. Serangan mendadak ini menghancurkan armada laut Amerika sekaligus memproyeksikan kekuatan sesungguhnya Jepang di mata petinggi militer Amerika.

Sekilas kisah jatuhnya bom atom tersebut, rasa-rasanya Jepang sukar untuk bangkit, minimal mengimbangi atau sekedar mengekor Negara-negara berkembang di Asia. Kehancuran pada sektor ekonomi begitu massif, bahkan ledakan bom atom bukan saja menghabisi ratusan ribu jiwa, namun mereka yang selamat mengidap berbagai penyakit akibat radiasi yang ditimbulkan bom atom, jelas semua itu menjadi beban utama pemerintah dan masyarakat Jepang.

Namun apa yang terjadi kini, Jepang dengan segala keterbatasan dan problematika rakyat dan pemerintahnya akan pleasure sekutu sepertinya bukan menjadi soal untuk bangkit. Bukan lagi gencat senjata seperti Perang Dunia II, namun tampil anggun pada dimensi lain yakni bergulat pada ekonomi dan kesejahteraan.

Lantas apa bedanya dengan Indonesia yang terlahir pada tahun 1945, Indonesia di tangan dingin Soekarno dan tokoh-tokoh mampu bersatu dan mengusir Kolonialisme Belanda. Berbagai trik dan  intrik politik bahkan fitnah sepertinya sama saja terjadi demi tetap mencengkeram Sabang hingga Merauke yang kaya sumber daya alam.

Jika dikaitkan dengan pandemi Covid-19 di Indonesia saat ini sepertinya tak jauh berbeda dengan situasi perang. Namun perlu diingat berbagai momentum penting pernah mendewasakan bangsa ini, misalnya saja krisis ekonomi 1998.  Waktu itu Inflasi memaksa Presiden Kedua Soeharto harus turun dari tampuk kekuasaannya pada 21 Mei 1998, peristiwa tersebut sekaligus merubah peradaban Indonesia menjadi Era Reformasi.

Akses informasi yang mudah abad 21 kini, banyak pakar dan pemikir ikut terjun  berbagi solusi pada persoalan pandemi virus corona di akun-akun Youtube pribadinya, membuat siapa saja termasuk masyarakat di kota kecil seperti Kabupaten Pacitan dengan mudah mengakses dan mendalaminya tanpa harus terpaku pada media mainstream.

Salah satunya yang tengah ramai diperbincangkan adalah Mardigu Wowiek, salah satu unggahannya menyampaikan pandemi sebenarnya dapat menjadi momentum untuk menyalip perekonomian di tikungan tanpa mengindahkan kemanusiaan. Melalui mekanisme kompak satu suara yang beralaskan protokol kesehatan.

Sebagai gambaran sejak pasien pertama terkonfirmasi positif di Pacitan 9 April lalu, pemerintah melalui Satuan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 telah mengeluarkan anggaran setidaknya 12 Miliar Rupiah, angka ini belum seberapa jika dibanding pemangkasan pagu anggaran di setiap instansi oleh pusat, memaksa perbidang tidak dapat melaksanakan tugasnya.

Sampai pada pasien ke 24 di Kabupaten Pacitan, situasi perekonomian, pendidikan dan yang lain hingga kini dapat diasumsikan masih tersungkur. Fakta lain infeksi Covid-19 dipastikan akan terus bertambah sejalan dengan jumlah uji Rapid dan Swab kepada masyarakat yang dicurigai. Hal itu membuat upaya penekanan terasa sukar dilakukan, meski Presiden Joko Widodo pada lawatanya ke Surabaya 25 Juni kemarin  menginstruksikan Jawa Timur Harus menekan angka positif Covid-19 dengan tenggang waktu singkat, 2 minggu.

Kemudahan informasi membuat masyarakat cerdas dalam menangkap segala hal yang terjadi meski tanpa memilah, yang menimbulkan berbagai asumsi yang terkadang disampaikan pada tiap kolom komentar di akun resmi Pemkab Pacitan. Mulai dukungan, ungkapan prihatin hingga umpatan tanpa tanpa fakta dan solusi. Mestinya pengetahuan yang diperoleh menjadi modal penting untuk andil dalam memerangi pandemi ini, bukan malah mengendorkan semangat yang lain dengan sikap acuh tak acuh merasa paling tahu tentang Covid-19.

Sikap bijak beratap agama dan budaya adalah solusi nyata. Kembali pada Negara Jepang yang mampu bangkit berlandaskan sikap disiplin yang memegang teguh nilai budaya dan kepercayaannya. Bahkan hingga kini meski mereka bertetanggaan dengan musik K-POP maupun Drakor, mereka tetap percaya diri mengikuti upacara minum teh lengkap dengan Kimononya.

Pacitan di dalam Indonesia lebih jika dibanding Negeri Sakura, agama dan budaya Pacitan sangat mendarah daging, sumber daya tak perlu ditanya, apalagi jumlahnya. Pacitan memiliki segalanya dengan 500 ribu jiwa. Permasalahannya adalah kemauan, bangkit dan satu suara dengan segala informasi dan pengetahuan yang dimiliki untuk menghadapi pandemi.

Tanpa saling mengintervensi dan menyalahkan, sekali lagi segala teori tersebut justru harus menjadi semangat tiap-tiap diri dalam melakoni kehidupan bersama pemerintah. Semangat menjalankan protokol kesehatan yang disampaikan pemerintah mulai memakai masker, pysical distancing maupun rajin cuci tangan dengan disiplin dan penuh ikhlas.

Menggapai mimpi Pacitan yang ber-zona hijau adalah tujuan awal, tercapai misi pertama berimbas berbagai upaya lanjutan dapat dilakukan pemerintah bersama satgas, mulai launching obyek pariwisata, membuka sekolah dan pondok pesantren dal lain-lain.

Tak lama ekonomi akan kembali bangkit, UMKM kembali menggeliat, termasuk gelontoran anggaran pemerintah pusat akan kembali terkucur. Bukan untuk uji Rapid maupun Swab, namun untuk hal-hal yang lebih penting seperti pembangunan jalan, program peningkatan SDM maupun upaya pengentasan kemiskinan.

Mari mengawali semua dengan merasa malu jika menjadi tokoh antagonis, contohnya mengindahkan aturan pemerintah akan protokol kesehatan dan sebagainya. Kampung Tangguh Semeru yang digadangkan salah satunya mesti disukseskan bersama-sama. Karena dengan hal sederhana itu siapa saja adalah pahlawan dan Pacitan dan Indonesia lebih dari sekedar Jepang. (budi/rch/DiskominfoPacitan).

Launching Wisata tangguh; Watu Karung Tinggal Tunggu Aba-aba

Alkisah, Padukuhan Gembul Rejo seperti halnya dukuh-dukuh lain disekitar. Hanya tampak pesisir laut selatan yang khas dengan deburan ombak tanpa menjanjikan apapun, kecuali tangkapan ikan bagi para nelayan.

Tak seperti sekarang, Dukuh Gembul Rejo selain berubah nama menjadi Desa Watu Karung Pringkuku, menjadi begitu seksi bagi wisatawan domestik bahkan pecinta surfing berkelas dunia. Namun Pandemi Covid-19 semantara menjadi halang rintang Watu Karung untuk memanjakan para tamu.

Bersama semua komponen hal ini tentu tidak diharap berlarut-larut, Watu Karung harus kembali beraktifitas seperti kemarin-kemarin, tanpa adanya tumbal lahirnya cluster penderita Covid-19.

“Sarat pertama adalah zona kuning. Bersyukur saat ini kita statusnya kuning,” ujar Bupati sekaligus Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Pacitan saat launching Wisata Tangguh Semeru di Pantai Watu Karung Pacitan Indartato. Pagi ini (26/06).

Sesuai rencana pembukaan yang dijadwalkan pada (30/06) menurut Indartato tidak ada masalah, sejauh protokol kesehatan telah dijalankan dengan baik, termasuk pembatasan wisatawan yang berkunjung.

Namun demikian kajian demi kajian tetap akan dijalankan demi keamanan, apalagi keputusan tersebut adalah kewenangan pemerintah pusat, pemda sejauh ini hanya menyiapkan seluruh komponen. “Simulasi nanti akan kita laksanakan untuk bahan evaluasi,” lanjud Dia.

Musyawarah lintas sektor kemudian akan menjadi perantara komitmen untuk menyongsong hari yang ditunggu. Termasuk para pengelola, petugas medis dan pihak keamanan yakni kepolisian. “Kami laksanakan sosialisasi kepada para pelaku sejak dua minggu lalu supaya semua benar-benar memahami prosedur protokol kesehatan,” ucap Kapolres Pacitan AKBP Didik Hariyanto di kesempatan yang sama.

Seluruh jajaran covid-19 tentu menyadari perbedaan pandangan masyarakat akan rencana pembukaan objek wisata, tidak sedikit yang menilai hal ini masih terlalu dini, sebagian lain merasa perlu segera untuk kembali dibuka.

Menurut Kapolres sepanjang sesuai dengan mekanisme protokol kesehatan dan status zona, maka tidak alasan area wisata segera kembali dibuka. Meski pihaknya dan jajaran covid-19 Pacitan nantinya tidak sembarangan dalam memutuskan perkara ini.

Sementara Kades setempat Wiwid Pheni sangat yakin desa dan seluruh objek pariwisata yang ada sudah cukup tangguh apabila pariwisata kembali dibuka. Bukan tanpa bukti, masyarakat beberapa pekan terakhir getol mengikuti segala sosialisasi yang diadakan termasuk simulasi berskala kecil.

“Ada sekitar 150 KK yang menggantungkan hidup di pariwisata, mulai pemilik homestay, pedagang, ojek perahu dan lain-lain sudah siap sewaktu-waktu dibuka,” terang Wiwid. (budi/anj/rch/tika/DiskominfoPacitan).

Ploso Kecamatan Punung; Terjang Karang Lahirkan Kampung Tangguh

Gairah masyarakat Desa Ploso, Punung kiranya patut untuk dijiplak, bersama pemdes masyarakat greget membangun budaya baru dalam rangka menyambut New Normal melalui platform Kampung Tangguh Semeru.

Energi tersebut disaksikan langsung Bupati Pacitan Indartato bersama jajaran Satgas Covid-19 Pacitan, Hari ini (24/06). Tak Pelak semangat tersebut benar-benar hadir pada sendi-sendi warga Ploso yang mendengarkan secara seksama berbagai arahan dari Kapolres dan Bupati akan detail-detail Kampung Tangguh dan protokol kesehatan.

Agus Cahyono sebagai Kades Ploso dengan karakter energic-nya mengaku hingga kini satu warganya masih positif Covid-19, namun hal itu justru membuatnya semakin melenggang akan mimpinya bersama seluruh warga. “Banyak perantau menjadi masalah serius harus kami perhatikan,” ungkap Dia.

Belum lagi, mula-mula masyarakat agak rewel yang terpaksa harus meninggalkan beberapa tradisi seperti arisan dan lain-lain. Namun kesabarannya akhirnya membuahkan hasil, masyarakat semakin memahami keadaan bangsa sehingga kian taat terhadap seluruh arahan pemerintah. “Kami ingin pemahaman ini sampai mengkristal dibenak seluruh masyarakat,” harap Dia.

Sementara Kapolres Pacitan Didik hariyanto, melihat atmosfer di Ploso lantaran adanya sistem tatakelola yang berjalan baik dan berkesinambungan. Selanjutnya bagaimana program Kampung Tangguh Semeru tersebut benar-benar berjalan sesuai arahan. “Di dalam Kampung Tangguh ada penyelesaian masalah,” tutur Kapolres.

Kader Trengginas yang kini berada di garda terdepan memerangi Covid-19 di Ploso diapresiasi Bupati, pemahaman terhadap mereka harus sempurna supaya tidak menjadi bumerang. Selebihnya Bupati meminta semangat ini tidak usai pada ceremony belaka. “Praktiknya harus Sungguh-sungguh dipraktikkan,” pungkas Dia.

Sempat menjadi Zona Merah; Desa Pelem Tangkas Balik Situasi

Seluruh jajaran Satgas Penanganan Covid-19 Pacitan sedikit merasa tenang. Awalnya siapa terka, di Dusun Janglot, Pelem Pringkuku yang tenang sempat geger gara-gara satu warga dinyatakan positif Covid-19.

Kini satu warga tersebut telah dua kali negatif swab dan menjalani karantina selama 2 pekan di rumahnya. Beruntung masalah tersebut tangkas dihadapi warga bersama pemdes setempat sehingga tidak sempat menjalar kemana-mana.

Selama perjalanan menuju lokasi, rombongan dimanjakan berbagai pemandangan hasil alam yang memanjakan mata. Hal tersebut lantas jajaran Satgas menafsirkan kekuatan ketahanan pangan yang kuat. “Hasil panen kami kuat untuk satu tahun ke depan jika dibutuhkan untuk warga kami,” ujar Jarno Kades Pelem membenarkan (24/06).

Kini tinggal program Kampung Tangguh Semeru untuk dimaksimalkan, utamanya pada pemahaman masyarakat supaya tidak mengucilkan orangnya, namun spesifik menjauhi virusnya dengan melaksanakan protokol kesehatan dengan sebaik-baiknya. “Kampung Tangguh Semeru harus berhasil untuk memutus mata rantai Covid-19,” kata Indartato. (budi/wan31/rch/tika/DiskominfoPacitan).

Usai Gelar Genduri Positif Corona

Rasa syukur Bupati Pacitan Indartato dan seluruh jajaran Penanganan Covid-19 Pacitan kembali diuji dengan bertambahnya satu pasien positif baru. Kasus berkode 21 ini berjenis kelamin laki-laki berusia kurang lebih 40 tahun dan sehari-hari bekerja sebagai Satpam, dan telah dikarantina di Wisma Atlet Pacitan.

Penambahan ini merupakan cluster lain-lain atau abu-abu, diketahui pasien rekan sejawat pasien berkode 19 yang meninggal Sabtu kemarin (20/06). “Sekali lagi kami mohon maaf karena masih bertambah kasus baru,” kata Indartato (23/06) di Pendopo Kabupaten.

Melihat kondisi baru tersebut jajaran Satgas tangkas laksanakan tracing di dua kecamatan yakni Kecamatan Ngadirojo dan Sudimoro. Jubir Satgas Covid-19 Pacitan Rachmad Dwiyanto mengaku hingga sore tadi petugas terus melakukan tracing kesemua orang yang pernah bersinggungan langsung dengan pasien 19 dan 21. “Hari ini 10 orang yang kita swab,” kata Jubir.

Masalah semakin runyam, ketika pasien 21 mengaku habis menggelar Kondangan di rumahnya Kecamatan Sudimoro. Jajaran Satgas khawatir jika kejadian di Kabupaten Tulungagung terulang di Kabupaten Pacitan. “Ini teman-teman (Petugas medis) di sana was-was,” ungkap Dia.

Upaya tracing yang dilakukan oleh petugas kesehatan akan dilaksanakan secara menyeluruh, baik di tempat kerja maupun di rumah pasien 21. Demikian itu selain untuk menyelamatkan masyarakat juga sebagai upaya menentukan cluster yang masih abu-abu ini. (budi/not/alazim/rch/tika/DiskominfoPacitan).