Do’akan Korban Bencana Dan Mohon Keselamatan

Ket Foto; Anggota Persit menitikan air mata saat melaksanakan istighosah

Bertujuan mendo’akan para korban bencana yang akhir-akhir ini datang silih berganti khususnya di Donggala Palu. Serta memohon agar Pacitan dapat terhindar dari berbagai macam bencana, Kodim 0801 bersama Pemerintah Kabupaten Pacitan, Polres, Departemen Agama menggelar do’a bersama di Masjid Agung Darul Falah pagi ini 10/10/2018.

Hadir Bupati Indartato didampingi Wabup Yudi Sumbogo, dan seluruh pejabat lingkup Pemkap. Kegiatan itu melibatkan ratusan pelajar, mahasiswa dan masyarakat di Kecamatan Pacitan. (Budi/Anj/Riyanto/DiskominfoPacitan).

 

Sosialisasikan Perbup Nomor 70 Tahun 2018

Pemerintah berupaya menyukseskan Sensus Barang Milik Daerah, yang akan dilaksakan pertengahan Oktober nanti. Badan Pengelola Kas Asli Daerah (BPKAD) menggelar Sosialisasi Peraturan Bupati Pacitan Nomor 70 Tahun 2018 Tentang Pedoman Pelaksanaan Sensus Barang Milik Daerah, Di Gedung Karya Darma hari ini 10/10/2018.

Agenda lima tahunan ini bertujuan, data pada barang yang dimiliki tertib serta akurat dan bisa dipertangungjawabkan serta Wajar Tanpa Pengecualian atau WTP kembali diraih Pacitan seperti tahun-tahun sebelumnya. “Kita ingin kerja jadi mudah dan tanpa kesalahan,” kata Kepala BPKAD Heru Sukrisno menyampaikan.

Bupati yang berkesempatan hadir menyampaikan bahwa pemerintah harus mengelola laporan keuangaan daerah, karena itu adalah uang publik atau uang rakyat. Pengelola keuangan Negara yang sehat untuk Indonesia yang kuat. “Pengelola keuangan pacitan yang sehat tentu untuk masyarakaat Pacitan yang kuat,” tutur Bupati.

Ia juga menjelaskan tentang capaian pemerintah dalam tiga indikator, yakni pengelolaan APBD untuk pertumbuhan ekonomi sehingga meningkatnya kesejahteraan rakyat sesuai dengan visi dan misi. “Sementara pertumbuhan ekonomi naik 5,7%, mengurangi tingkat pengangguran yakni sekarang dibawah 1% serta tingkat kemiskinan yang masih diangka 15%. Jadi harus bisa dilihat,” paparnya.

Penerapan kerja yang baik menjadi penentu pada hasil yang akan diperoleh. Menyiapkan perencanaan yang matang serta penguasan terhadap segala peraturan adalah satu landasan yang wajib. “Hasil aset harus benar supaya WTP. Mari bekerja untuk rakyat semoga apa yang kita kerjakan dapat diterima rakyat,” pungkasnya mengingatkan.

Kegiatan tersebut mengundang seluruh Kepala dan Pengurus Barang Perangakat Daerah, Instansi dan Kecamatan di Kabupaten Pacitan. (Budi/Anjar/Riyanto/Diskominfopacitan).

 

Temu Kangen Bupati dan Minta Penghitungan Ulang

“Untuk semua yang terkait, mari kita selesikan masalah ini dengan arif dan bijaksana,” tutur Bupati Indarato.

Tim sukses Calon Kepala Desa Nomor Urut 1 atas nama Darmadi dari Desa Watukarung Kecamatan Pringkuku mengadu kepada Bupati Indartato hari ini 09/10/2018. Terkait dugaan kecurangan Pilihan Kepala Desa 2018 yang dilaksanakan secara serentak Minggu 07/10/2018.

Beberapa poin disampaikan oleh tim sukses terkait kecurangan saat penghitungan suara, sehingga calon yang mereka usung kalah dengan selisih satu suara. Dimana calon nomor urut satu, Darmadi memperoleh sebanyak 552 suara. Sedangkan calon nomor urut dua atas nama Wiwit Pheni mendapat 1 suara lebih banyak yakni 553. Dan surat suara rusak berjumplah 18. “Kami memohon keadilan kepada Bapak Bupati, agar dilakukan penghitungan ulang,” kata Riki.

Kepada 50 anggota tim sukses yang mengadu, Bupati Indartato mengatakan bahwa sesuai Peraturan Bupati Nomor 20 Tahun 2017. Maka segala bentuk sengketa hasil suara akan diselesaikan selambat-lambatnya 30 hari dari waktu pencoblosan. Panitia Kabupaten akan menerima seluruh aduan yang diserahkan dan segera ditindaklanjuti.

Masa waktu 30 hari tersebut tidak untuk mengulur-ulur, namun panitia akan melaksanakan koordinasi dengan pihak terkait lebih dahulu. Di dalamnya akan mempelajari, mencermati dan memahami kondisi yang terjadi berdasar laporan terebut. “Setelah itu panitia akan melakukan penelitian dan pengkajian,” papar Bupati menjelaskan mekanismenya.

Bupati juga meminta kepada masyarakat agar bersabar dan percaya pada pemerintah. Juga tetap menjaga keamanan dan ketertiban. Ia menegaskan bahwa pemerintah tidak memihak kepada siapapun calon, karena dalam keadaan ini pihaknya di tengah-tengah, “Karena saya ingin dipercaya rakyat,” imbuhnya berprinsip.

Dalam kesempatan itu turut hadir Sekretaris Daerah Suko Wiyono, Staf Ahli Pemerintahan Tri Mudjiharto, Asisten Administrasi Umum dan Ketua Panitia Kabupaten Pilkades 2018 Sakundoko, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Mahmud, Kabag Pemerintahan Dan Kerjasama Putatmo Sukandar, Kabag Hukum Kukuh Sutiyarto, Kepala Satpol PP Widy Sumardji, Camat Pringkuku Daryono dan Kapolsek Pringkuku AKP. Wahyudi. (Budi/Anj/Riyanto/DiskominfoPacitan).

Diskusi Perihal Pendangkalan Grindulu

Pemerintah menyambut baik atas usulan yang disampaikan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) atas pendangakalan Sungai Grindulu dan anak sungai, wilayah normalisasi terutama beberapa desa di Kecamatan Arjosari disebabkan musim penghujan telah di ambang pintu. Forum Diskusi dilaksanakan di Ruang Krida Pembangunan 08/10/2018, dalam kesempatan tersebut Wabup menyampaikan bahwa penanganan untuk normalisasi menjadi agenda rutin Pemerintah. Namun demikian Pemerintah Kabupaten tidak dapat bekerja sendiri, karena berkaitan masalah kewenangan. “Upaya yang ditempuh adalah berkoordinasi dengan instansi vertikal seperti Balai Besar Bengawan Solo, Das Bengawan Solo secara Inten,” paparnya gamblang mewakili Bupati Indartato yang berhalangan hadir.

Masalah sedimentasi menjadi agenda utama pemerintah yang sudah disampaikan kepada Dirjen dan Kementrian, selanjutnya dari laporan tersebut akan dilakukan langkah penyusunan dan ditentukan mana yang menjadi proritas. Sementara pemerintah juga melakukan konsentrasi terhadap pembangunan Waduk Tukul yang berada di Desa Karang Gede Arjosari yang mengalami keterlambatan pengerjaan. Proyek Waduk Tukul dan longsor di Kali Telu salah satu penyebab pendangakalan dan banjir walaupun bukan yang utama.

“Namun demikian langkah lain telah ditempuh dan menjadi prioritas, ditahun ini telah di anggarkan Detail Engineering Design. Fisiknya berupa proteksi tebing dan sebagainya namun tidak sekaligus, yang diutamakan yang bersingungan langsung dengan aset masyarakat dan pelayanan umun,” kata Budiyanto Kepala Dinas Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang menjelaskan kepada 30 perwakilan anggota PMII.

Upaya untuk melakukan penghijauan sebagai langkah untuk mengurangi pendangkalan juga gencar dilakukan oleh Wardoyo. Sebagai kepala UPT Pengelolaan Hutan Wilayah I Pacitan Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur yang juga diundang dalam acara tersebut menjelaskan, pihaknya setiap tahun telah melakukan penanaman puluhan ribu pohon kayu dan buah serta resapan melalui anggaran pusat seperti BP Das Solo.

Diakhir pertemuan dengan anggota PMII Wabup mengucapkan trimakasih dan apresiasi karena telah memberikan sumbangsih pemikiran untuk pemerintah. Pihaknya berharap akan terjalin banyak diskusi-diskusi untuk kamajuan Pacitan.

Dalam kesempatan itu Wabup Yudi Sumbogo didampingi Staf Ahli Bupati Pacitan Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik Tri Mudjiharto, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris Daerah Kabupaten Pacitan Joni Maryono, Kepala Bagian Pemerintahan dan Kerjasama Sekretariat Daerah Kabupaten Pacitan Putatmo Sukandar dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Pacitan Edy Yunan Ahmadi. (Budi/Anj/Riyanto/DiskominfoPacitan).

Tanggap, Tangkas, Tangguh dan Pahami Gempa Disertai Tsunami

Waspada terhadap ancaman bencana menjadi kwajiban mutlak untuk manusia, karena kehidupan bersinggungan langsung dengan alam. Termasuk goncangan gempa dan gelombang tsunami yang bisa datang kapanpun dan selalu menyisakan ironi. Korban jiwa, kerugian materiil bahkan trauma mendalam. Tsunami atau perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan permukaan air laut secara vertikal dengan tiba-tiba, menjadi momok dibanyak negara dunia termasuk Indonesia yang berada pada zona cincin api (ring of fire).

Gelombang tsunami umumnya disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya gempa bumi yang disebabkan pergerakan lempeng dan aktifitas sesar serta terjadinya runtuhan atau letusan gunung api di dasar laut. Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mencatat sejak 1964 telah terjadi 23 kali gempa bumi yang diikuti tsunami di Indonesia. Pada 2004 gempa  Aceh masuk dalam gempa besar jika dibandingkan hal serupa yang terjadi pada 18 tahun sebelumnya. Total 250.000 korban jiwa dan menimbulkan trauma mendalam.

Kewaspadaan terhadap ancaman gelombang tsunami diprioritaskan untuk masyarakat pesisir. Hal ini sesuai dengan kajian resiko bencana dan tsunami tahun 2011 oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Sebanyak empat kota terpilih sebagai peserta yakni Kabupaten Buleleng, kepulauan Mentawai, Provinsi Palu serta Kabupaten Pacitan. Berada diatas lempeng besar Indo Australia dan Eurosia aktif serta berhadapan langsung dengan Samudra Hindia menjadi alasan Pacitan masuk dalam daftar peserta. “Berdasarkan data sepanjang 78km garis pantai yang membentang di kabupaten Pacitan, terdapat 25 desa zona merah tersebar dalam 7 kecamatan,” jelas Diyannita Kasi Kesiapsiaagaan Bencana BPBD Kabupaten Pacitan.

Di sisi lain bentangan alam eksotis memanjakan pariwisata Pacitan dan keindahanya mampu menutupi ancaman bencana besar. Namun demikian kewaspadaan terhadap bencana giat dilakukan pihak terkait melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dengan simulasi gempa dan tsunami, pendidikan bencana, hingga pemulihan pasca bencana. Saat ini alarm atau Early Warning System (EWS) pemberi kabar gelombang tsunami dipasang dibeberapa lokasi strategis. Selain itu ditaman puluhan ribu pohon cemara udang di bibir Pantai Teluk Pacitan atau biasa disebut sabuk hijau (Green Belt). Berfungsi sebagai pemecah atau menurukan kekuatan gelombang. “Pohon Bakau juga dapat digunakan dengan fungsi yang sama. Hal ini belajar dari beberapa peristiwa yakni peralatan canggih rusak saat terjadi tsunami lantaran goncangan gempa yang terjadi sebelumnya,” tuturnya melanjutkan.

 

Diyannita menjelaskan tsunami umumnya rangkaian gelombang laut yang mampu menjalar dengan kecepatan 900km/jam atau bahkan lebih, namun saat mencapai pantai dangkal, teluk atau muara sungai, kecepatan menurun dan berubah menjadi tinggi gelombang yang bersifat merusak.  Kesiapan seseorang dalam menghadapi bencana menjadi penentu dalam upaya penyelamatan. Jargon 20-20-20 menjadi landasan dasar mitigasi bencana gempa dan tsunami, yakni lebih dari 20 detik gempa, memiliki waktu 20 menit penyelamatan, dan mencari tempat tinggi minimal 20 meter.

Menyikapi ironi bencana gempa dan tsunami yang selalu menyisakan korban, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP) dalam buku saku pedoman mitigasi bencana, memaparkan secara rinci mulai prabencana hingga pemulihan. Pemahaman dasar pertama adalah kesiapan keluarga, tas siaga, mengenal petunjuk jalur evakuasi, serta berkoordinasi dengan pemerintah terkait mulai tingkat RT hingga tingkat Pusat.

Kemudian mengetahui tanda alam, terutama setelah terjadi gempa seperti air laut surut, suara gemuruh di tengah laut dan banyak ikan menggelepar di Pantai. Mengenal intensitas gempa bumi, waktu berlangsung dan kekuatan gempa sehingga seseorang sulit berdiri tegak serta memantau informasi dari berbagai media resmi mengenai potensi tsunami.

Ketika gempa yang terjadi berdampak pada rumah atau banggunan tempat tinggal tidak dianjurkan membenahi, waspada terhadap gempa susulan, tujuan utamanya adalah evakuasi keluarga ke tempat yang lebih aman. Jika gempa berpotensi tsunami perhatikan alarm serta peringatan atau petunjuk dari pihak berwenang dan segeralah berlari menuju tempat yang tinggi dan berdiam diri ditempat tersebut untuk sementara waktu. Hal ini dikarenakan gelombang tsunami kedua dan seterusnya biasanya lebih besar dari gelombang sebelumnya.

Pascabencana

Tujuan selanjutnya usai bencana adalah tidak bertambahnya korban. Selain upaya dari pihak terkait dan fasilitas umum diharapkan masyarakat dapat mandiri tidak kurang dari lima hari. Kembali dari tempat evakuasi ketika keadaan telah dinyatakan aman,  tetap mengutamakan keselamatan dengan tidak terburu-buru menyelematkan barang, menjauhi tempat reruntuhan, menghindari air yang menggenang karena kemungkinan zat berbahaya dan waspada terhadap instalasi listrik.

Persiapan pasca bencana menjadi landasan pembentukan Desa Tangguh Bencana di Pacitan oleh BNPB.Pengetahuan pemulihan rekonstruksi, rehabilitasi serta regulasi menjadi program kerja yang harus bersama-sama digalakkan. “Harus saling memperioritaskan keselamatan bersama. Saling mendukung dan mematuhi petunjuk evakuasi bencana yang sudah ada,” tutur Diyannita memaparkan.

Bangunan Tahan Gempa

Dikutip dari laman Kompas, Imam Satyarno dosen Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada menjelaskan, material adalah hal yang harus diperhatikan dalam membangun rumah. Jenis pertama bangunan engineered merupakan gedung dua lantai atau lebih, dibangun dengan perhitungan khusus. Kedua non engineered adalah bangunan satu lantai dibuat dengan perhitungan ala kadarnya bahkan material yang digunakan tidak diukur.

Sementara itu melalui sambungan telepon Dewi Irawati ST. MT Konsultan Arsitek menjabarkan bahwa masyarakat Kabupaten Pacitan sudah saatnya mengutamakan berbagai aspek dalam membuat bangunan. Mengingat, berbagai potensi bencana serta kontur tanah. Ketika kemarau kering dan pecah-pecah, sebaliknya jika musim hujan tanah menjadi lembek dan berair. Dengan demikian pondasi dari bangunan harus kuat dan sesuai perhitungan.

“Mengacu Barrataga (Bangunan Rumah Rakyat Tahan Gempa). Hasil penelitian dari Ir. Sarwadi, Msce,Ph.D, Ip U, dosen Magister Rekayasa Kegempaan UII Yogyakarta mengatakan, bangunan tahan gempa itu mempunyai struktur bawah, tengah dan atas harus terkait melalui ikatan tulangan yang sesuai dengaan aturan Barrataga,” lanjut Megister Rekayasa Kegempaan menjelaskan gamblang. Pihaknya juga berpesan bahwa intinya desain bisa ditawar namun struktur tidak bisa ditawar, baik diameter tulangan, jarak kaitan (sengkang) dan cara mengaitkan. Dalam dunia arsitek memang struktur menjadi barang mahal karena sudah mahal juga tak terlihat karena terselubung dengan finishing bangunan yang indah. Dewi menyimpulkan indah tak mesti kuat tapi kuat bisa jadi indah.

(Budi/Anj/Riyanto/DiskominfoPacitan).