Malam kedua sekaligus malam terakhir Mbasuh Jiwa kembali
menghibur sekaligus membuka wawasan masyarakat akan mewabahnya pandemi
Covid-19. Ditemani rintik hujan di luar gedung pertemuan Hotel Srikandi
Pacitan, Sanggar Gage, Wayang Beber Sakabendino dan penggiat seni rupa
berkolaborasi demi mengabdi untuk Pacitan dan masyarakatnya.
Sekmentasi utama adalah mereka kaum milenial, panitia tahu
bahwa mereka merupakan generasi penerus, tidak canggung dengan moderenisasi
sehingga menerima baik pertunjukan yang dikemas secara live streaming bersama
@pemkabpacitan. “Mereka tulang punggung bangsa, kelak,” ucap Choirul
Anam, Sekretaris sekaligus ketua panitia (06/06).
Kesenian Pacitan bersama pelakunya punya lahan luas untuk
berkarya lantaran kekayaan seni budaya yang dimiliki dan asli Pacitan, selain
mengajak masyarakat bangkit dan bersatu hadapi pandemi, Mbasuh Jiwa merupakan
satu upaya lain nguri uri warisan. “Kami juga mewadahi para seniman mudah
yang belum sering terekspos,” pungkas Khoirul.
(Budi/riyanto/DiskominfoPacitan).
Malam Minggu yang panjang Wakil Bupati Pacitan Yudi Sumbogo
mengumumkan penambahan 1 pasien positif Covid-19 di Kabupaten Pacitan. Pasien
berkode 16 ini adalah cluster Temboro dari Desa Ngromo, Nawangan, Pacitan.
Menurut informasi yang dihimpun, hasil tes Swab positif
tersebut diterima Satgas Penanganan Covid-19 Pacitan siang tadi dan langsung
diumumkan setelahnya, malam ini (06/06) di Pendopo Kabupaten. Pasien tersebut
secepat mungkin akan dipindahkan ke Wisma Atlet Pacitan guna untuk di karantina
bersama pasien lain.
Yudi Sumbogo pada kesempatan tersebut berharap penambahan
ini adalah penambahan terakhir. “Jumlah keseluruhan 16, sembuh 3 orang.
Mudah-mudahan ini adalah angka terakhir penambahan pasien baru di angka keramat
13,” harap Yudi. (budi/allazim/rch/tika/DiskominfoPacitan).
Pemerintah tidak melakukan diskriminasi terhadap semua
pasien positif Covid-19 dari cluster manapun termasuk cluster Temboro. Malahan
Pemerintah begitu menumpukan harapan kepada semua santri, karena pemangku
kebijakan paham mereka adalah salah satu generasi penerus kebanggaan bangsa.
Singkat cerita, keluarga OTG dari Pagerejo, Ngadirojo
akhirnya dapat ditemukan kemarin malam (04/06) usai media resmi @pemkabpacitan
merilis kejadian tersebut. Jubir Covid-19 Pacitan Rachmad Dwiyanto mengatakan
yang bersangkutan ditemukan oleh tim di Lingkungan Slagi, Pucang Sewu, Pacitan.
Sayang, kondisi mereka tak lagi utuh berlima, satu anggota
keluarga ternyata tidak berada ditempat yang sama. Hal ini tentu menimbulkan
tanda tanya baru bagi petugas dan masyarakat. “Mereka langsung diamankan di
Wisma Atlet dan sekarang melakoni uji Swab di rumah sakit. semoga hasilnya
negatif,” harap Rachmad hari ini (05/06) di ruangnya.
Jubir baru mengaku ternyata satu keluarga adalah PNS, ini
membuat satgas Covid-19 Pacitan memberlakukan tindakan tambahan melalui Badan
Kepegawaian, Pendidikan Dan pelatihan Daerah (BKPPD). “PNS akan diproses lebih
lanjut. Karena ini program pemerintah,” tegas Jubir.
Sekali lagi santri adalah tumpuan generasi muda, meski
sebenarnya pemerintah tampak begitu segan menghadapi dilema ini, namun yang
pasti pemerintah hanya ingin santri seluruhnya dalam kondisi sehat dan tidak menjadi
sumber penularan dalam pandemi ini.
Baik kepada keluarga dan masyarakat di Kabupaten Pacitan
termasuk kepada para ustadz dan Kyai di pondoknya Temboro, Magetan kelak ketika
mereka kembali menimba ilmu agama. “Perlakuan ini semata karena kita sangat
menyayangi mereka. Semua juga tidak dibebani biaya,” pungkas Rachmad.
Walaupun kini si sulung belum diketahui dimana rimbanya,
namun pemerintah mengharap masyarakat untuk tetap tenang, tidak cemas. Selain
tetap menjaga protokol kesehatan masyarakat dipersilahkan kooperatif dengan
melapor kepada petugas jika mengetahui keberadaan si sulung.
Pemerintah tidak serta merta melaksanakan protokol
penanganan pasien covid-19 secara kaku dan saklek. Bila yang bersangkutan
antusias dan disiplin dengan seluruh aturan, maka tidak perlu melakoni
karantina di Wisma Atlet, di rumah masing-masing pun cukup. Kecuali timbul
gejala, barulah yang bersangkutan akan dirawat intensif di rumah sakit.
(budi/rch/tika/DiskominfoPacitan).
Pandemi Covid-19 merubah tiap sendi peradaban umat manusia,
termasuk sisi kebudayaan masyarakat Pacitan. Membuat 80 persen pelaku seni di
kota 1001 goa ini harus terimbas langsung maupun tak langsung ganasnya virus
tersebut.
Fenomena ini terbaca jelas oleh Dewan Kesenian Pacitan (DKP)
usai menyaksikan perubahan sikap dan perilaku masyarakat disekitar. Dalam
keseharian orang-orang mulai kehilangan pegangan dalam melakoni kehidupan.
Sekelumit kejadian itulah yang menggelitik DKP untuk
bertindak nyata, melalui pertunjukkan
dengan nama Mbasuh Jiwa. Digelar 2 malam spesial teruntuk masyarakat dan
Kabupaten Pacitan yang mereka cintai. “Pentas Live streaming, utamanya
kepada seniman dan yang lain yang tidak bisa bergerak karena wabah ini,”
kata Endro Wahyudi Ketua DKP disela pementasan (03/06) di Aula Hotel Srikandi
Pacitan.
Bagaimanapun keadaannya, Endro bersikukuh nilai tenggang
rasa, peduli, dan persaudaraan yang telah membudaya di masyarakat harus kembali
tertancap dalam di lubuk hati, supaya sekali lagi semua tidak bingung dan
kehilangan arah dengan ujian hidup.
Ekonomi, sosial, politik adalah pilar utama yang harus
segera kembali pulih seperti sedia kala, meski Corona belum dapat diramalkan
kapan enyah dari muka bumi. “Ada sanggar Pradnya, seni tunggal hingga
pembacaan cerpen yang pentas malam ini menggambarkan ganasnya Covid-19,”
jelas Endro.
DKP menyediakan wadah, siapapun bisa berpartisipasi dalam
pertunjukkan ini, melalui nomor rekening yang telah disiapkan panitia. Demi
membantu sesama yang terdampak wabah Covid-19.
(budi/riyanto/tika/DiskominfoPacitan).
Dua santri Temboro dan tiga keluarga dilaporkan kabur dari
rumahnya di Desa Pagerejo, Ngadirojo Rabu sore kemarin (03/06), saat satgas
Covid-19 hendak mengambil sampel mukosa sebagai bahan tes Swab.
Kabar tersebut dikonfirmasi Jubir Satgas Penanganan Covid-19
Pacitan Rachmadi Dwiyanto hari ini (04/06) di ruangan, kantor Diskominfo
Pacitan.
Dari awal keluarga satu atap tersebut memang cenderung
mengelabui petugas yang menawarkan untuk melakukan tes Swab di rumah sakit,
beberapa kali tidak bersedia datang, akhirnya petugas berinisiatif untuk
melakukan pengambilan jaringan mukosa di rumah mereka.
Namun betapa kagetnya petugas, rumah yang dituju tak
berpenghuni. Terpaksa demi menghindari keadaan yang tidak diinginkan TNI, Polri
hingga masyarakat terlibat dalam pencarian keluarga Pagerejo tersebut.
“Kami berharap yang bersangkutan untuk proaktif dengan
satgas covid. Kami tidak melakukan diskriminasi kepada siapapun, pemerintah
tugasnya melindungi,” tegas Rachmad. Karena meski sementara keluarga tersebut
negatif tes Rapid, namun beberapa kejadian menunjukkan positif Swab.
Keputusan keluarga Pagerejo untuk kabur dari rumah tersebut
jelas-jelas berisiko merugikan banyak pihak, menularkan Covid-19 kepada orang
lain yang tidak tahu menahu. “Sekali lagi tolong mengikuti aturan pemerintah.
Berikan teladan yang baik kepada masyarakat, jaga nama baik Temboro,” tutur
Rachmad.
Alhasil saat ini masyarakat pun mempunyai persepsi negatif
terhadap keputusan yang jauh dari kata arif dan bijaksana tersebut. Lebih
lanjut Jubir menganalisa bahwa kaburnya keluarga tersebut disinyalir karena
kurangnya pemahaman terhadap pandemi Covid-19. “Sepertinya mereka juga takut
jika harus menjalani karantina jika kedapatan positif swab,” pungas Jubir.
(budi/rch/tika/DiskominfoPacitan).