4 Kasus Baru; 1 Petugas Medis

Tercatat tiga kali dalam tujuh hari terakhir, jajaran Satgas Penanganan Covid-19 Kabupaten Pacitan merilis kasus positif virus corona baru. Kali ini diujung pekan, 4 warga Pacitan kembali menambah panjang daftar pasien menjadi total 39 kasus.

Jubir Satgas Covid-19 Pacitan Rachmad Dwiyanto menyampaikan, 4 pasien tersebut pertama adalah seorang pendatang yang kini berdomisili di Desa Wonoasri, Ngadirojo. 2 seterusnya adalah staf dari cluster lokal Sudimoro, dan terakhir yang menyita perhatian adalah petugas medis yang berdinas di kota Pacitan.

Kembali ditemukannya kasus baru di organ medis tersebut membuat total keseluruhan menjadi 2 orang. Sedang hingga kini Jubir mengaku pihaknya belum mampu memaparkan jalur transmisi penularan petugas tersebut. Sehingga hal ini menimbulkan kekhawatiran sekaligus keprihatinan petugas lain.

Terlebih, kondisi ini menghambat langkah satgas untuk menentukan arah kebijakan yang selanjutnya akan diambil. Lebih-lebih petugas medis adalah garda terdepan penanganan pandemi ini. Sementara selain menggelontorkan anggaran demi menyelamatkan petugas yang lain dan untuk 500 ribu masyarakat, satgas akan memaksimalkan metode 3T.

“Yang kita khawatirkan jika ia terkena dari sesama petugas, bukan dari luar,” terang Jubir (10/07). Mengingat hasil tes swab dari keluarga dan saudara pasien pertama menunjukkan hasil yang negatif. Fenomena tersebut sekaligus sama dengan pasien Kembang yang baru dirilis beberapa waktu lalu.

Jubir semakin pusing ketika dirinya mendapatkan informasi dimana petugas medis lain yang kini menunggu hasil swab sudah berkeliaran, malah melakukan Rapid tes. “Bisa-bisa ambyar ki mengko,” umpat Dia pilu. (budi/anj/alAzim/rch/tika/DiskominfoPacitan).

Gus Luqman “Saya Dengar Al Fattah dibuka, Saya Berharap Dipikir Ulang”

Ketua Gerakan Ayo Mondok Nasional KH. Luqman Al Hakim Harist Dimyati menyikapi langkah pembukaan santri baru yang diambil pengurus Ponpes Al Fattah Kikil, Arjosari, cukup berani. Pasalnya belum hilang dari ingatan meledaknya cluster Pondok Temboro, Kabupaten Magetan, ditambah lahirnya cluster baru dari Pondok Modern Gontor, Kabupaten Ponorogo yang tak henti-hentinya menyita perhatian masyarakat.

Meski di satu sisi Gus Lukman sapaan akrabnya memahami, kebijakan Kementerian Agama yang mempersilahkan pembukaan pesantren sepanjang terbitnya rekomendasi dari satgas dari wilayah masing-masing. Sekalipun dirinya mengaku tidak memiliki wewenang melarang langkah tersebut. Hanya bertumpu pada masukan, demi menjaga berbagai hal yang dapat merugikan pemerintah dan masyarakat.

Beberapa waktu sebelumnya, dirinya melakukan kontak melalui aplikasi Zoom bersama para tokoh Nasional pengasuh pondok yang tergabung pada Gerakan Ayo Mondok. Upaya itu dilakukan guna menciptakan mekanisme penerimaan santri. Lantaran sesuai rencana awal, pondok dijadwalkan kembali beroperasi pada pertengahan bulan Syawal atau Bulan Juni kemarin.

Namun rencana tersebut terpaksa dikesampingkan, termasuk di tubuh Pondok Tremas sendiri tempat Gus Lukman pengasuh santri, yang disepakati pengasuh dan pengurus pada rapat terbatas (09/07) kemarin akan kembali membuka pondok pada pertengahan Agustus mendatang.

Bahkan jika kondisi belum memungkinkan, bisa jadi Pondok Tremas akan kembali diundur hingga pondok siap atau situasi pandemi mereda. “Di Pacitan sendiri mulai naik ini. Kami tidak akan gegabah sebab menjaga jiwa lebih penting,” tegasnya spesial Kepada Diskominfo Pacitan (10/07).

Mencoba mencari fakta dengan membuat program polling kepada santri dan wali santri beberapa waktu lalu. Dari 4000 santri, pihak Tremas menemukan jawaban bahwa 30 persen lebih yang berpartisipasi menyampaikan kekhawatirannya kalau terlalu cepat kembali ke pesantren. Kendati mereka mengaku sudah kangen untuk kembali menimba ilmu agama.

Selebihnya Ketua Ayo Mondok sekaligus Ketua Forum Komunikasi Pesantren Pacitan (FKKP) berkeyakinan bahwa konsep menjaga jiwa di tengah pandemi menjadi keutamaan. Senyampang 13 Juta santri dibawah bendera NU di seluruh Indonesia harus mendapat kepastian dan keselamatan, tanpa melupakan haknya memperoleh ilmu agama.

Sedang dihadapkan persepsi masyarakat, dirinya memandang kondisi ini wajib dipandang dari kacamata Dhohir atau nyata. Selanjutnya disikapi secara arif dan bijak yaitu sejalan dengan anjuran pemerintah. (budi/anj/rch/tika/DiskominfoPacitan).

Sah! Pondok Kikil Mulai Buka Hari Ini

Langkah cukup berani dilakukan Pondok Pesantren Al Fattah Kikil, Arjosari, Pacitan. Hari ini di antara giat Launching Pesantren tangguh Semeru ditempat tersebut, pihak manajemen pesantren secara resmi membuka pedaftaran santri baru digelombang pertama.

Langkah berani yang dimaksud merujuk pada kejadian ledakan cluster baru yang terjadi di salah satu Pesantren Modern di Kabupaten Ponorogo. Sontak fenomena ini disikapi serius oleh pengasuh pondok KH. Moch. Burhanuddin HB disamping rencana pembukaan yang dinilai terlalu pagi tersebut tetap berjalan dan tidak berimbas terhadap munculnya cluster baru.

Kyai Burhan sapaan akrabnya mengaku, dirinya tidak grusa-grusu mengambil kebijakan tersebut, di samping kesiapan yang dilakukan telah mendapat lampu hijau oleh jajaran satgas Pacitan. “Kami membuka melalui sistem gelombang. Pada gelombang pertama kita batasi 450 santri supaya tetap dapat physical distancing,”ujarnya pada Diskominfo Pacitan (10/07).

Selebihnya, kedatangan sepertiga santri yang masuk akan diarahkan untuk turut bermunajat melalui doa dan zikir sebagaimana program yang telah dirancang. Tetapi sebelumnya mereka akan melaksanakan karantina ketat di tempat yang telah disiapkan oleh pondok. Sedang untuk santri yang tidak bermukim hingga kini tetap diliburkan.

Untuk mendukung kesiapan dan kedisiplinan para santri pihak pondok menyiapkan satu dokter yang berjaga 24 jam, dokter yang juga alumni pondok tersebut mengaku berbagai konsep telah ia siapkan guna mendukung protokol kesehatan yang dibantu oleh seluruh pengurus.

“Kami juga telah menyiapkan vitamin untuk menunjang kesehatan. Masalah alat pribadi dari awal kami sarankan untuk membawanya dari rumah. Termasuk datang kesini (Pondok Kikil) mereka dilarang menggunakan angkutan umum,” beber dr. Rifngatun Nadhiroh di kesempatan yang sama.

Kapolres Pacitan AKBP Didik Hariyanto pemilik program Pesantren Tangguh di Kabupaten Pacitan mengaku, bahwa pihaknya tidak pasif dan berpangku tangan dengan pembukaan tersebut, anggotanya dari kepolisian dan TNI akan dikerahkan untuk pendampingan secara berkelanjutan.

Ia juga membeberkan alasan terhadap lampu hijau yang diberikan semata-mata karena 95 persen santri Pondok Kikil adalah dari dalam kota, jadi menurunkan tingkatan risiko yang bisa terjadi. “Untuk santri dari daerah rawan kami minta untuk libur dulu,” tambah Kapolres. (budi/anj/alAzim/rch/tika/DiskominfoPacitan)

Terbitkan Perbup Demi Kesadaran Kawula Muda

Langkah penting terpaksa dilakukan Pemerintah Kabupaten Pacitan demi memenangkan perang melawan Covid-19. Dengan menerbitkan Peraturan Bupati (Perbup) Pacitan Nomor 56 Tahun 2020. Tentang Protokol Kesehatan Bagi Masyarakat Di Tempat Dan Fasilitas Umum Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 Di Kabupaten Pacitan.

Secara gamblang terbitnya Perbup pada 1 Juli tersebut menohok masyarakat yang masih belum mengindahkan himbauan protokol kesehatan. Membuat upaya pencegahan tidak dapat dilaksanakan dengan baik, yang berujung pada masalah-masalah krusial seperti ekonomi, sosial, politik dan khususnya kesehatan .

Apalagi Jajaran Satgas Penanganan Covid-19 yang turut memantau komentar di akun resmi @pemkabpacitan terheran-heran terhadap Kawula Muda, mereka seolah-olah meremehkan dan tidak peduli terhadap Covid-19. “Sangat disayangkan jika terjadi mindset seperti itu,” kata Jubir Rachmad Dwiyanto (09/07).

Mestinya berbagai informasi yang diterima para generasi muda baik dari Sosial Media (SosMed), justru menjadi acuan untuk klop terhadap anjuran pemerintah. Sebagai contoh momentum peringatan Hari Pendidikan pada 02 Mei kemarin yang mengusung tema Belajar Dari Covid-19.

Jika dipahami secara mendetail, makna yang tersirat dari tema kala itu sangat dalam. Sumber keilmuan dari manapun seharusnya membuat masyarakat mampu menangkap berbagai hal terhadap kemunculan pandemi ini.

Sehingga timbul penyikapan yang dewasa, bukan masa bodoh, acuh tak acuh dan lain sebagainya, yang membuat penanganan Covid-19 berjalan tertatih, padahal pemerintah bersama-sama jajarannya siang dan malam bekerja keras, sebagian petugas rela jauh dari keluarga dan mempertaruhkan kesehatan termasuk nyawanya.

Pemerintah selayaknya orang tua, tetap tidak tega jika harus melakukan sesuatu yang berlebihan. Ini terbukti dari sanksi yang tertulis dari Perbup. “Sanksi yang diberikan menimbulkan efek jera, mulai menghafal Pancasila hingga membersihkan fasilitas umum,” terang Jubir. (budi/alAzim/rch/tika/DiskominfoPacitan).

Andai Wisma Atlet Luber; Buah Cluster Sudimoro dan Masyarakat Skeptis

Bupati Pacitan Indartato, saat Press Rilis Selasa (07/07) kemarin mengungkapkan kekhawatirannya soal tempat karantina Wisma Atlet yang sewaktu-waktu penuh pasien Covid-19.

Kecemasan tersebut wajar jika merujuk pada realitas lahirnya cluster lokal (Sudimoro), dan minimnya kesadaran sebagian masyarakat sehingga memiliki pedoman sendiri sesuai dengan prasangkanya meski tidak berdasar.

Jubir Covid-19 Pacitan Rachmad Dwiyanto kepada tim Liputan Diskominfo Pacitan (08/07) membeberkan, Wisma Atlet ternyata hanya memiliki 42 kamar dan cukup untuk 42 pasien, sedangkan saat ini sudah dihuni 16 pasien.

Sebagai gambaran, munculnya cluster Sudimoro membuat tren grafik berpotensi terhadap ledakan kasus sehingga menimbulkan chaos. Langkah strategis telah dilakukan untuk menghindari kemungkinan buruk ini, termasuk menyapu lini dalam instansi yang menjadi epidemi virus corona.

Lalu bagaimana skenarionya jika situasi tersebut benar-benar terjadi di Kabupaten Pacitan. Jajaran Satgas Covid-19 telah berupaya membuat lokasi karantina baru. Sah, anggaran yang diserap untuk pembangunan atau modifikasi tidaklah murah. “Kita akan menggunakan GOR (Gelanggang Olahraga), tapi masih harus bangun toilet, beli banagsal, tempat tidur, sprei dan sarana pendukung lain,” terang Jubir.

Sedang untuk kebutuhan pasien, menurut itung-itungan mulai tes rapid butuh biaya sebesar Rp 200-300 Ribu, sedang untuk satu kali swab perlu biaya Rp 1,5 hingga 2 Juta. faktanya pasien harus menjalani dua kali swab negatif sebelum benar-benar dinyatakan sembuh. Beberapa kasus pasien harus menjalani puluhan kali swab.

“Tempat dan terapi adalah tanggung jawab pemerintah, kita tidak mungkin berdiam diri,” kata Jubir. Mengutip kata tanggung jawab yang disampaikan Jubir mengandung arti beban anggaran dari pemerintah, ujung-ujungnya dipungut dari uang rakyat. Jelas lebih baik disalurkan untuk kepentingan kemaslahatan masyarakat jika masyarakat mau kompak.

Supaya cepat sembuh, sesuai protap pasien harus memperoleh asupan makanan bergizi, vitamin, suplemen hingga sarana penunjang dalam rangka mengusir kejenuhan. Karena kunci kesembuhan adalah dari perasaan yang senang.

Baru-baru ini masyarakat menyampaikan uneg-unegnya supaya Covid-19 diabaikan, statement tersebut jelas blunder sekaligus mengundang kelucuan. Ini menunjukkan sebagian masyarakat tidak paham jika OTG positif dapat menyebarkan virus, siapapun tidak ingin corona menjangkit keluarga atau orang yang dicintai sehingga mengancam keselamatannya.

Masyarakat Kabupaten Pacitan saat ini berada dalam persimpangan, kondisi ini menguji kedewasaannya. Memilih skeptis terhadap masalah ini atau pro terhadap anjuran pemerintah terhadap protokol kesehatan.

Jika memilih satu suara dengan pemerintah, maka penanganan Covid-19 akan lebih mudah dilakukan, sehingga pemerintah tidak perlu lagi menggelontorkan anggaran untuk rapid, swab, karantina dan sebagainya. Tapi sekali lagi, anggaran dapat diperuntukkan untuk program kesejahteraan. “Mohon saling mengingatkan akan pentingnya disiplin terhadap protokol kesehatan,” imbuh Jubir. (budi/anj/alazim/wan31/rch/tika/DiskominfoPacitan).