Kethek Ogleng; Era Baru Menjadi Kebanggan Pacitan

Usai ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (Intangible Cultural Heritage) Kethek Ogleng Pacitan ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201900988 yang diterbitkan oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan Indonesia tahun 2019.

Warisan Budaya Takbenda bersifat tak dapat dipegang (intangible/abstrak), seperti konsep dan teknologi; dan sifatnya dapat berlalu dan hilang dalam waktu seiring perkembangan zaman seperti misalnya bahasa, musik, tari, upacara, serta berbagai perilaku terstruktur lain.

Hak Cipta Gerakan Pokok Kethek Ogleng dengan Nomor Pencatatan 000144781, yang diterbitkan Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia. Kethek Ogleng kesenian kebanggan Kabupaten Pacitan percaya diri melenggang menjadi primadona semua khalayak.

 Pengakuan berjudul Gerakan Pokok Kethek Ogleng, menandai era baru kesenian yang terlahir dari kreatifitas Sukiman pada tahun 1962 silam yang ternyata pernah mengalami masa vakum sampai tahun 1970 an. Setelah berganti generasi yang didukung pengakuan itu Kethek Ogleng akan fokus menjadi satu kesenian yang dapat menghibur siapapun dengan berbagai penyempurnaannya.

 Selama ini semua mengetahui kerja keras Pelaku Kethek Ogleng dalam mengangkatnya ke permukaan, supaya tidak termakan peradaban di kemudian hari, tentu dengan dukungan semua pihak termasuk pemerintah.

 Seperti Sukiman konon pernah diceritakan sempat mengurung diri di salah satu kebun binatang di Kota Solo, belakangan diketahui ia mendalami segala tingkah laku kera, mulai makan, bersosialisasi hingga sifat dasarnya yang bergelantungan di pohon dan dahan. “Totalitas Sukiman luar biasa, bersyukur semangatnya ditiru semua penerusnya,” ujar Agoes Hendriyanto pemegang Hak Cipta kepada Diskominfo Pacitan (27/11).

 Langkah baru ini lanjut Agoes merupakan awal yang baik, ibarat pesawat kini tengah lepas landas untuk memecah cakrawala, dikagumi semua orang yang menyaksikannya. Dan semua orang diluar sana akan tersadar bahwa Kethek Ogleng terlahir di Desa Tokawi, Kecamatan Nawangan, Kabupaten Pacitan. “Kethek Ogleng milik Pacitan, bukan Milik komunitas,” pungkasnya yang kini tengah menyelesaikan Studi Doktoralnya yang berjudul Produksi Simbol Masyarakat Pacitan dengan Perspektif Bourdieu. (DiskominfoPacitan).

Gebyar Seni Kethek Ogleng; Menapaki Langkah Menuju Suguhan Internasional

Semangat masyarakat Kecamatan Nawangan utamanya Sanggar Condro Wanoro dalam membumikan tari Kethek Ogleng diapresiasi pemerintah, Sekretaris Daerah Kabupaten Pacitan Suko Wiyono yang hadir dalam Gebyar Seni Kethek Ogleng  Pacitan 2019 hari ini (27/10) mengungkapkan, evaluasi terus dilakukan demi menyuguhkan pertunjukan yang semakin menarik.

Rencananya ini akan terealisasi tahun depan sesuai dengan capaian yang diraih, Kethek Ogleng Pacitan ciptaan Sukisman ini diam-diam ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia 2019. Utamanya masalah waktu penyajian bagi Suko baik pagi ataupun sore pemerintah akan tetap mendukung dan menyaksikan. “Yang jelas acara ini sudah masuk pada agenda Kabupaten. Setiap tahun tentu akan kita perbaiki,” jelas Suko.

Sesuai arahan tersebut berbagai lini akan memperoleh perhatian khusus, orang nomor 1 di Kecamatan Nawangan Sukarwan membeberkan, pertunjukan ini benar-benar harus dapat menghibur seluruh penonton. Menggandeng Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan serta melibatkan pelaku seni di Desa dengan membentuk sanggar-sanggar. “Dari sisi SDM sudah sangat cukup. Tinggal koordinasi,” kata Dia.

Agoes Hendriyanto ketua panita dan ketua komunitas pengembangan sosial budaya mengatakan proses panjang ini akan dimaksimalkan demi cita-cita menyuguhkan satu pertunjukan yang diinginkan. Ia juga mengintip berbagai pertunjukan di kota-kota lain seperti event di Candi Prambanan. Pihaknya juga akan berusaha mandiri bekerjasama dengan pihak swasta sehingga tidak bergantung pada dana pemerintah. “Wisatawan luar kota dan Internasional menjadi sasaran kita,” kata Dia.

Sementara Daryono Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pacitan menegaskan Gebyar Seni Kethek Ogleng kali ke-3 ini bukan sekedar ada Kethek Ogleng, namun ia melihat sisi pertunjukan yang lebih variatif. “Pengunjung harus seneng. Karena akan kita garap dengan lebih baik lagi,” tambah Dia.

Monumen Jendral Sudirman yang terus dipromosikan Dinas Pariwisata Pemuda Dan Olahraga Pacitan dan didukung jalan penghubung Purwantoro-Arjosari merupakan satu instrumen yang berkaitan untuk mewujudkan mimpi bersama tersebut. Andi Faliandra Kepada Dinas Pariwisata mengaku melalui Pacitan Journey yang belum lama dilakukan secara otmatis akan mendukung mimpi bersama tersebut. “Kita ingin seperti Ramayana, di Prambanan,” kata Andi.

Tinggal menunggu waktu, event yang telah dikemas dalam Calendar Of Even Kabupaten Pacitan lambat laun satu persatu akan menjadi daya Tarik wisatawan, dengan kerjasama dan profesionalitas seluruh pelaku, sehingga semua agenda akan berbuah manis untuk masyarakat Pacitan. (budi/notz/riyanto/wira/DiskominfoPacitan)

Bulan Ndadari Hadirkan Kreatifitas Anak Melalui Pertunjukan

Masih lekat dalam ingatan, saat temaram semburat purnama, rembulan utuh itu menjadi pertanda malam yang hidup di pedesaan, anak-anak dan orang dewasa keluar rumah menikmati malam yang cerah dengan berbagai tradisi.

Bulan purnama memiliki banyak kisah yang menjadi ide Sanggar LKP seni Pradapa Loka Bhakti untuk menyuguhkan momentum hangat itu, biar tetap terasa meski listrik kini telah menerangi kampung-kampung, termasuk di Desa Pelem Kecamatan Pringkuku, ujung barat Kota Pacitan.

Mereka kali kelima mewadahi bocah-bocah untuk unjuk gigi, memamerkan bakat yang telah mereka pelajari tentang seni pertunjukan yang dikemas apik dialam terbuka dan tentu dibawah purnama beratap langit cerah lengkap dengan bintang-bintang, dinamai Pentas Bulan Ndadari atau Pentas Bulan Purnama.

Direktur kegiatan ini Deasylina da Ary mengungkapkan penikmatnya bukan saja masyarakat Pelem, tidak sedikit yang datang dari luar kota Pacitan, seperti Yogyakarta, Surakarta, Malang, Bandung dan lainnya.

“Anak-anak yang bahagia akan mudah menerima dan menyerap beragam informasi yang diterima panca indera. Mereka berani untuk mengeluarkan pendapat tanpa takut disalahkan,” kata Deasylina Kepada Diskominfo Pacitan 28/09.

Pentas Bulan Ndadari menambah panjang deretan seni budaya yang dimiliki Kabupaten Pacitan. Meskipun hanya bocah-bocah yang tampil di atas panggung, tapi Kedatangan Warga dari luar kota ini adalah bukti Bulan Ndadari menyuguhkan seni budara berkelas internasional yang layak untuk dinikmati.

Utamanya usai letih menghibur semua orang, Pentas Bulan Ndadari menjadi sarana anak-anak peserta didik Sanggar tersebut untuk menunjukan nilai raport kepada orang tua dengan suguhan berkualitas melalui kemandirian seluruh proses pertunjukan, tanpa campur tangan siapapun.

“Kami memandang hal ini penting, bahwa pendidikan seni dapat mendukung dan memperkuat pendidikan formal di sekolah, memberi ruang lebih bagi kreatifitas untuk pengembangan budi pekerti dan karakter anak dengan kegiatan nyata. Tujuan akhirnya untuk menumbuhkan spirit kemandirian dan jiwa kepemimpian (Leadership) anak. Senada Konsep Ki Hadjar Dewantara tentang esensi Pendidikan Indonesia, yang diadopsi menjadi prinsip utama pendidikan nasional kita, yaitu membentuk manusia Indonesia seutuhnya, manusia yang mempunyai karakter bangsa Indonesia yang berbudaya,” pungkas Deasylina. (budi/riyanto/wira/DiskominfoPacitan).

Bercita-cita “Go” Ronthek Pacitan Selalu Digelar Profesional

Festival Ronthek Pacitan 2019 usai digelar, ditandai penampilan Kelurahan Baleharjo sebagai penyaji terakhir. Pengumuman pemenang seketika dilaksanakan melalui akun resmi Pemerintah Kabupaten Pacitan. “Rampung peserta terakhir, para juri langsung rapat pemenang dan seketika kita umumkan,” ujar Daryono Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Diknas) Pacitan 14/09 usai acara.

 Tepatnya pukul 03:00 WIB Zulkarnain Mistortoify M.Hum, Joko Suranto, S.Sn, M.Hum dan Sigit Setiawan, M.Sn. menandatangani Surat Keputusan Dewan Juri Festival Ronthek Kemerdekaan Tahun 2019 disaksikan Daryono, seluruh Pejabat dan Staf Diknas serta Kabid Informasi Dikominfo Pacitan Agus Anshori Mudzakir sebagai ketua Tim Peliputan  Pemkab Pacitan.

 Mengingat Ronthek adalah kegiatan Pemda Pacitan paling bergengsi dan selalu menjadi sorotan, maka keputusan hasil pemenang dibuat cepat. Tidak ingin beredar suara sumbang pasca penetapan dan sebagai komitmen pemerintah, sebab acara besar selama tiga hari itu menguras banyak energi seluruh instansi.

 Sebagai contoh Dinas Lingkungan Hidup yang harus kerja keras membersihkan sampah sebelum dan sesudah acara tiap malam dengan menerjunkan seluruh staf. Begitu juga Tim Peliputan Live Streaming Diskomunfo Pacitan, seluruh tim harus kerja siang malam demi memberikan pelayanan yang terbaik kepada semua pencinta Ronthek di mana pun berada.

 Masih lekat dalam ingatan, Diskominfo sempat merilis komentar Bupati Pacitan Indartato beberapa hari sebelum perhelatan dimulai, Pak In sapaan akrabnya mengatakan,  harapan terbesar adalah kesenian Ronthek menjadi salah satu hiburan unggulan yang dicintai masyarakat di dalam dan luar Pacitan, berujung pada peningkatan jumlah pariwisata.

 Sudah barang tentu profesionalitas wajib menjadi tumpuan, tercermin dari pemilihan dewan juri dari praktisi pendidik baik dari Kota Solo dan Yogyakarta yang mengedepankan standar tinggi pada setiap penilaian dari masing-masing penyaji untuk menjadi sang juara.

 Kembali, usai penetapan juara umum, 17/09 Pak In menyampaikan ucapan terima kasih kepada 36 peserta yang penampilannya memukau membuat sepanjang rute menjadi lautan manusia. Itu adalah penanda, bahwa prestise Festival Ronthek sangat tinggi dimata masyarakat, bahkan sebagian dari mereka mengaku harus berangkat dari siang hari demi mendapat tempat. “Jika ada kekurangan saya kira adalah wajar,” kata Pak In.

 Namun demikian, berbagai masukan yang ada adalah bentuk cinta masyarakat terhadap Festival Ronthek melalui berbagai dukungan dan apresiasi. Cerminan ini wajib untuk dicatat sebagai bahan evaluasi, hasilnya perhelatan di waktu yang akan datang niscaya akan lebih baik lagi. (budi/riyanto/wira/Dzakir/DiskominfoPacitan).